Hukum  

Mahkamah Konstitusi Menegaskan KPK Berwenang Mengusut Kasus Korupsi di Ranah Militer

Suasana sidang putusan pengujian Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (29/11/2024).

JAKARTA, Cinews.id – Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berwenang mengusut kasus korupsi di ranah militer hingga adanya putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (inkrah), sepanjang kasus tersebut dimulai pertama kali oleh KPK.

Penegasan tersebut merupakan pemaknaan baru Mahkamah Konstitusi terhadap Pasal 42 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK (UU 30/2002). MK mengabulkan sebagian perkara uji materi Nomor 87/PUU-XXI/2023 yang dimohonkan oleh seorang advokat, Gugum Ridho Putra.

“Amar putusan, mengadili, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan dalam sidang pengucapan putusan di Ruang Sidang Pleno MK RI, Jakarta, Jumat (29/11/2024).

Pasal 42 UU 30/2002 semula hanya berbunyi, “KPK berwenang mengoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum.”

MK memutuskan, pasal tersebut bertentangan secara bersyarat dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 sehingga ditambahkan frasa penegasan pada bagian akhir yang berbunyi, “Sepanjang perkara dimaksud proses penegakan hukumnya ditangani sejak awal atau dimulai/ditemukan oleh KPK.”

Pada pertimbangan hukumnya, Mahkamah menjelaskan, persoalan dalam perkara korupsi yang melibatkan unsur sipil dan militer atau dikenal juga dengan istilah korupsi koneksitas, bersumber dari penafsiran yang berbeda-beda di antara penegak hukum terhadap rumusan Pasal 42 UU 30/2002.

Padahal, menurut MK, jika ketentuan pasal tersebut dipahami secara gramatikal, teleologis, dan sistematis, seharusnya tidak ada keraguan bagi penegak hukum bahwa KPK berwenang mengoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan kasus korupsi dari unsur sipil dan militer.

Mahkamah menilai, persoalan dalam perkara korupsi koneksitas tidak hanya mencakup kepatuhan terhadap norma hukum, tetapi juga mencakup kepatuhan penegak hukum saat bekerja dalam proses penegakan hukum.

“Dalam hal ini, penegakan hukum tindak pidana korupsi seharusnya mengesampingkan budaya sungkan atau ewuh pakewuh, terutama untuk hal-hal yang sudah diatur secara tegas dalam peraturan perundang-undangan,” ucap Hakim Konstitusi Arsul Sani.

Oleh karena itu, MK memandang perlu untuk memberi penegasan terhadap Pasal 42 UU 30/2002.

Menurut MK, pasal tersebut harus dipahami sebagai ketentuan yang memberikan kewenangan kepada KPK untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan kasus korupsi, sepanjang kasus itu ditemukan/dimulai oleh KPK.

Artinya, sepanjang tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh unsur sipil dan militer yang penanganannya sejak awal dilakukan atau dimulai oleh KPK, maka perkara tersebut akan ditangani oleh KPK sampai adanya putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.

“Sebaliknya, terhadap perkara tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh orang yang tunduk pada peradilan militer yang ditemukan dan dimulai penanganannya oleh lembaga penegak hukum selain KPK, maka tidak ada kewajiban bagi lembaga hukum lain tersebut untuk melimpahkannya kepada KPK,” kata Suhartoyo membacakan pertimbangan hukum MK.

Dengan demikian Pasal 42 UU 30/2002 menjadi selengkapnya berbunyi, “KPK berwenang mengoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum, sepanjang perkara dimaksud proses penegakan hukumnya ditangani sejak awal atau dimulai/ditemukan oleh KPK.”

Dengan penegasan demikian, MK berharap tidak ada lagi keraguan bagi KPK untuk menjalankan kewenangannya jika menangani perkara tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh unsur sipil dan militer, sepanjang proses penegakan hukumnya ditangani sejak awal oleh KPK.

Merespons putusan itu, Angkatan bersenjata Indonesia menghormati keputusan tersebut.

“TNI menghormati setiap keputusan Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga negara yang berwenang di bidang konstitusi,” kata Kapuspen TNI, Mayjen Haryanto, saat dikutip dari Media Indonesia, Jumat (29/11/2024).

Haryanto menjelaskan, pihaknya akan mempelajari putusan tersebut. TNI juga bakal melakukan koordinasi dengan instansi terkait untuk memastikan pelaksanaan hukum berjalan sesuai dengan prinsip keadilan dan transparansi.

“TNI juga akan berkoordinasi dengan KPK, Kejaksaan Agung dan instansi terkait untuk memastikan pelaksanaan hukum berjalan sesuai dengan prinsip keadilan dan transparansi, tanpa bertentangan dengan peraturan (UU) lain, dan tidak mengganggu tugas pokok TNI dalam menjaga kedaulatan negara,” ungkap Jenderal bintang 2 TNI AD itu.

Sementara, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengapresiasi putusan Mahkmah Konstitusi (MK) yang mengabulkan gugatan perkara Nomor 87/PUU-XXI/2023. Putusan tersebut membuat lembaga antirasuah tersebut berhak mengendalikan kasus korupsi di tubuh institusi militer.

“KPK mengapresiasi adanya permohonan Uji Materi Pasal 42 UU KPK tersebut. KPK dalam uji materi tersebut bertindak dan menjadi pihak terkait, yang mendukung dan memberikan fakta kendala penegakan hukum terhadap perkara korupsi yang melibatkan subyek hukum sipil bersama subyek hukum anggota TNI,” kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron kepada Media Indonesia melalui keterangan tertulis, Jumat (29/11/2024).

Ghufron menjelaskan sering kali penanganan perkara korupsi antara sipil dan militer harus dipisah. Sehingga tuntutan dan hasil persidangan kerap kali berbeda.

“Karena tidak ada dasar hukum maka kasus yang menyangkut subjek hukum tersiri dari sipil dan TNI akan displit, yang sipil ditangani oleh KPK yang TNI disidang dalam peradilan militer,” tuturnya.

Kondisi ini dapat mengakibatkan potensi disparitas dalam perkara. Sehingga sistem peradilan tidak efektif dan efisien.

“Sehingga putusan MK ini telah menguatkan dan menegaskan kewenangan KPK untuk melakukan proses hukum terhadap perkara koneksitas yang dari awal pengungkapannya dilakukan oleh KPK,” imbuhnya.

Ghufron berharap setelah adanya putusan ini, koordinasi antara KPK dengan Kementerian Pertahanan serta Panglima TNI untuk menindaklanjuti berbagai kasus pemberantasan korupsi secara teknis, diharapkan dapat dilakukan lebih mudah.


Eksplorasi konten lain dari Cinews.id

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.