LBH Jakarta Buka Pos Pengaduan Bagi Warga Merugi Akibat Pertamax Oplosan

Direktur LBH Jakarta Fadhil Alfathan dalam konfersi pers di kantornya Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Jumat (28/2/2025).

Jakarta, CINEWS.ID – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta membuka pos pengaduan bagi warga yang mengalami kerugian akibat kasus BBM Pertamax oplosan. Pos pengaduan berada di kantor LBH Jakarta, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat.

“Berdasarkan masukan dan harapan dari berbagai pihak untuk memperluas akses pengaduan, kami akan buka hari ini pengaduannya secara fisik di lantai 1 gedung LBH Jakarta,” kata Direktur LBH Jakarta Muhammad Fadhil Alfathan dalam konferensi pers, Jumat (28/2/2025).

LBH Jakarta sebelumnya telah membuka pengaduan secara online (daring) menggunakan formulir khusus dengan beberapa pertanyaan mengenai penggunaan BBM dan dampak kerusakan bagi kendaraan. Per hari ini, telah ada 426 pengaduan yang diterima LBH Jakarta.

“Di dalam formulir pengaduan yang kami sebar, kami menanyakan beberapa hal. Di antaranya adalah berapa kali frekuensi penggunaan BBM jenis RON92, kemudian sejak apa digunakan, kerugian apa yang kira-kira dialami,” jelas Fadhil.

Pos pengaduan ini, lanjut dia, dibuka untuk memperjelas permasalahan, memetakan dampak yang dialami oleh warga, serta menentukan langkah advokasi untuk menuntut pertanggungjawaban akibat kasus korupsi Pertamina.

“Kami mengambil peran di sini untuk menampung aspirasi masyarakat agar nantinya bisa kami dorong sebagai orientasi atau tujuan bagi penyelesaian polemik ini,” ungkap Fadhil.

Kasus dugaan korupsi impor minyak yang diungkap Kejaksaan Agung (Kejagung) belum lama ini membuat geger masyarakat. Kasus korupsi ini telah menyeret tujuh orang tersangka yang berasal dari jajaran direktur anak usaha Pertamina dan pihak swasta.

Kejagung menyebut adanya dugaan pengoplosan BBM dalam kasus korupsi tata kelola minyak dan produk kilang pada PT Pertamina, Subholding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada 2018-2023.

Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan diduga melakukan pembelian minyak bumi dengan kualitas RON 90 (Research Octan Number) atau setara Pertalite dan di bawahnya. Kemudian ini diolah kembali di depo, namun dijual dengan tipe RON 92 (Pertamax).

“Beberapa perbuatan melawan hukum tersebut telah mengakibatkan adanya kerugian keuangan negara sekitar Rp 193,7 triliun,” kata Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, di Gedung Kejagung Jakarta, Senin, 24 Feburari.