Jakarta, CINEWS.ID – Penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mengembangkan kasus dugaan korupsi terkait tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero) Sub Holding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada 2018-2023.
Direktur Penyidikan JAM-Pidsus Abdul Qohar saat mengungkapkan, bahwa BBM yang dioplos menjadi RON 92 atau Pertamax bukan hanya produk kilang jenis RON 90 atau Pertalite, tapi juga RON 88 atau Premium.
Menurut Qohar, dua tersangka baru dalam kasus tersebut. Yakni,
Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya, serta VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga Edward Corne.
Menurut Qohar, atas persetujuan tersangka sebelumnya, yaitu Riva Siahaan selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Maya dan Edward membeli RON 90 yang lebih murah dari RON 92. Hal ini menyebabkan pembayaran impor produk kilang dengan harta tinggi tidak sesuai dengan kualitas barang.
“Tersangka MK (Maya) memerintahkan dan atau memberikan persetujuan kepada tersangka EC (Edward) untuk melakukan blending produk kilang pada jenis RON 88 (premium) dengan RON 92 (pertamax),” jelas Qohar, dalam keterangannya, dilansir, Kamis (27/2/2025).
Dia menjelaskan proses pengoplosan dilakukan di terminal PT Orbit Terminal Merak yang dimiliki Muhammad Kerry Andrianto Riza selaku Beneficialy Owner PT Navigator Khatulistiwa, dan Gading Ramadhan Joedo selaku Komisaris PT Jengga Maritim dan Direktur PT Orbit Terminal Merak. Kerry dan Gading sudah ditetapkan sebagai tersangka sebelumnya.
Qohar menampik klarifikasi yang sebelumnya dipaparkan Plh Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Mars Ega Legowo Putra, di hadapan Komisi XII terkait penambahan zat aditif dan proses penambahan warna untuk menghasilkan Pertamax. Menurut Ega, proses injeksi tersebut merupakan hal umum dalam industri minyak guna meningkatkan kualitas produk.
“Tetapi penyidik menemukan tidak seperti itu. Ada RON 90 atau di bawahnya, RON 88, di-blending dengan RON 92. Jadi RON dengan RON. Nah, apakah itu nanti fraud atau tidak, ini ahli akan meneliti, tapi fakta-fakta, alat bukti yang ada seperti itu, keterangan saksi menyakatakan seperti itu,” ujar dia.
Saat mengumumkanan tujuh tersangka kasus tersebut untuk pertama kalinya pada Senin, 24 Februari 2025, malam, Qohar baru mengungkap modus pengadaan produk kilang oleh Pertamina Patra Niaga lewat mark up impor minyak mentah RON 92 dengan membeli RON 90 yang kemudian dioplos menjadi Pertamax.
Selain lima nama tersebut, tersangka lainnya dalam kasus ini adalah Sani Dinar Saifuddin selaku Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, dan Yoki Firnandi selaku Direktur Utama PT Pertamina Internasional Shipping.
Berikutnya, Agus Purwono selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina International, serta Dimas Werhaspati selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim.
Mereka telah mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp193,7 triliun dan bersumber dari lima komponen. Yakni, kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri (Rp35 triliun), kerugian impor minyak mentah melalui broker (Rp2,7 triliun), kerugian impor BBM melalui broker (Rp9 triliun), kerugian pemberian kompensasi (Rp126 triliun), dan kerugian pemberian subsidi (Rp21 triliun).