JAKARTA, Cinews.id – Kejaksaan Agung (Kejagung) menanggapi soal dua ahli hukum pidana, Prof. Hibnu Nugroho dan Taufik Rahman, Ph.D, yang di laporkan ke Polda Metro Jaya pada Jumat, 22 November 2024 oleh tim kuasa hukum Lembong dengan tuduhan plagiat,
Tuduhan plagiat itu terkait pendapat tertulis mereka dalam sidang praperadilan kasus tersangka Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong). Kuasa hukum Tom Lembong menganggap terdapat kemiripan yang mencolok antara pendapat tertulis kedua ahli tersebut.
Menanggapi hal ini, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar menegaskan bahwa tuduhan itu tidak berdasar.
“Kami menegaskan bahwa tuduhan ini tidak berdasar karena pendapat tertulis sebagai pointer, bukan bukti tertulis,” ujar Harli dalam keterangan tertulisnya.
Harli menjelaskan, pendapat tertulis yang diajukan oleh para ahli berfungsi sebagai pointer untuk merangkum poin-poin penting sesuai arahan Hakim guna mendukung efisiensi persidangan.
“Pointer tersebut bukan alat bukti surat sebagaimana diatur dalam KUHAP, melainkan referensi bagi Hakim dan pihak-pihak terkait,” tambahnya.
Ia juga mengungkapkan perbedaan substansi antara pendapat tertulis dari kedua ahli.
Menurut Harli, pendapat Prof. Hibnu Nugroho terdiri dari lima halaman dengan sembilan pokok persoalan, sedangkan pendapat Taufik Rahman mencakup tujuh halaman dengan 18 pokok persoalan.
“Hal ini menunjukkan adanya perbedaan substansi, meskipun terdapat kesamaan pandangan dalam beberapa aspek, seperti dasar hukum penetapan tersangka yang mengacu pada PERMA Nomor 4 Tahun 2016 dan Putusan MK Nomor: 21/PUU-XII/2014,” jelasnya.
Harli menekankan bahwa nilai hukum dari keterangan ahli terletak pada pernyataan yang disampaikan secara langsung dalam persidangan, sesuai dengan Pasal 186 KUHAP.
“Dalam kasus ini, kedua ahli hadir di persidangan dan menyampaikan pandangan mereka sesuai keahlian masing-masing. Hakim juga telah menyatakan bahwa pointer tertulis tersebut tidak menjadi rujukan dalam penilaian perkara,” tambahnya.
Menurut Harli, kesamaan pandangan yang muncul mencerminkan konsistensi interpretasi hukum dari para ahli terhadap isu-isu yang dibahas.
Pendapat ahli diberikan di persidangan untuk menjawab berdasarkan pendapat mereka atas obyek gugatan praperadilan, sementara jawaban dituangkan dalam bentuk poin utama.
Dalam sidang praperadilan Tom Lembong, Kejagung menghadirkan lima ahli, termasuk Prof. Hibnu Nugroho dan Taufik Rahman, serta Dr. Ahmad Redi (Ahli Hukum Administrasi Negara), Evenry Sihombing (Auditor pada BPKP), dan Prof. Agus Surono (Ahli Hukum Pidana), yang tidak dapat hadir secara langsung dan menyampaikan pendapatnya secara tertulis.
Harli menegaskan bahwa tidak ada keharusan untuk membuat keterangan secara tertulis.
Namun menurut Harli, demi efektivitas persidangan, Hakim yang memeriksa permohonan praperadilan meminta agar pemohon dan termohon menyiapkan pointer keterangan ahli.
“Kami menegaskan bahwa tuduhan plagiat ini adalah upaya yang keliru dalam memahami proses hukum dan peran pendapat ahli di persidangan. Kami tetap berkomitmen untuk menjalankan tugas dengan profesionalisme dan menjunjung tinggi asas keadilan,” pungkas Harli.
Eksplorasi konten lain dari Cinews.id
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.