Buntut MK Diskualifikasi Cakada, Anggota Komisi II DPR RI Minta DKPP Periksa KPU dan Bawaslu

Anggota Komisi II DPR RI, Indrajaya. (Istimewa)

Jakarta, CINEWS.ID – Anggota Komisi II DPR RI, Indrajaya menyoroti putusan akhir PHPU di MK yang memerintahkan pemungutan suara ulang (PSU) di sejumlah daerah. Perintah PSU itu disebabkan karena calon kepala daerah didiskualifikasi akibat ketidakabsahan status pencalonan.

Di antaranya, diskualifikasi Calon Wakil Bupati Pasaman Sumatera Barat, Calon Wakil Bupati Tasikmalaya, Calon Wakil Gubernur Papua, dan secara khusus terhadap Calon Bupati Boven Digoel, Papua Selatan. Buntut adanya diskualifikasi terhadap calon kepala daerah tersebut, Indrajaya meminta DKPP untuk memeriksa KPU dan Bawaslu.

“Ini murni karena keteledoran KPU dan Bawaslu. DKPP harus memproses, menjadikan informasi ini sebagai laporan, dan menyidangkannya,” ujar Indrajaya kepada wartawan, Selasa (25/2/2025).

“Putusan MK sangat memperihatinkan, harusnya pemeriksaan administrasi pencalonan sudah beres pada saat pendaftaran di KPU,” sambungnya.

Indra mengatakan, peristiwa serupa selalu berulang dalam setiap pilkada. Merujuk pada asas-asas kode etik penyelenggara pemilu, disengaja atau tidak disengaja, menurutnya, KPU dan Bawaslu harus bertanggung jawab.

“Bila disengaja jelas pelanggaran hukum, bila tidak disengaja, kategorinya tidak profesional, tidak cermat alias teledor. Maka, keduanya harus diberi sanksi tegas,” tegas politisi PKB itu.

Legislator dari dapil Papua Selatan ini lalu mencontohkan Putusan MK untuk PSU di Kabupaten Boven Digoel tanpa mengikutsertakan Calon Bupati Petrus Ricolombus Omba yang didiskualifikasi meski telah dinyatakan menang oleh KPU Boven Digoel.

“Mestinya status calon bupati Petrus Ricokumbus Omba sebagai mantan terpidana di Pengadilan Militer dapat diketahui sedari pendaftaran. Ini aneh, ada kesan ditutup-tutupi, dan ada kesan tidak konsultasi bila tidak paham, ini tidak patut,” kata Indra.

Tidak hanya menyangkut paslon, Indra menilai, harus diperhatikan pula masyarakat yang sudah pendukung. Semestinya, kata dia, penyelenggara pemilu lebih peka dengan akibat yang terjadi.

Indra pun berharap masyarakat Papua Selatan bisa menerima putusan MK meski terselip kekecewaan.

“Saatnya bersatu membangun wilayah otonomi baru ini lebih maju diwarnai persaudaraan,” ucap Indra.

Indra juga mengingatkan, putusan MK bersifat final dan mengikat (final and binding). Alias, tidak ada upaya lain setelah putusan PHPU.

“Ini jelas keteledoran KPU dan Bawaslu di tingkat kabupaten, kota dan provinsi itu, maka kami berharap penyelenggara di atasnya dapat melapor ke DKPP. Jangan sampai kejadian serupa terus terulang, hanya keledai yang berulang jatuh ke lubang yang sama,” pungkas Indra.

Diketahui sebelumnya, sembilan Hakim Konstitusi telah rampung membacakan putusan 40 perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah (PHPU Kada) Tahun 2024 yang diperiksa secara lanjut dalam sidang pleno yang diselenggarakan pada Senin, 24 Februari.

Secara keseluruhan terhadap 40 perkara tersebut, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebanyak 26 perkara, menolak 9 (sembilan) perkara, dan tidak menerima sebanyak 5 (lima) perkara. Dengan adanya sidang Pengucapan Putusan ini, menandakan bahwa MK telah tuntas menangani perkara PHPU Kada 2024 yang berjumlah 310 Permohonan.

Terhadap semua putusan yang dikabulkan, terdapat 24 perkara yang amar putusannya memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) di daerah masing-masing yang dipersoalkan untuk melakukan pemungutan suara ulang (PSU).

Selain itu, dalam satu putusan MK menginstruksikan KPU untuk melakukan rekapitulasi ulang hasil perolehan suara yaitu pada pada Perkara Nomor 305/PHPU.BUP-XXIII/2025 terkait PHPU Kada Kab. Puncak Jaya.

Kemudian pada Perkara Nomor 274/PHPU.BUP-XXIII/2025 terkait PHPU Kada Jayapura, Mahkamah memerintahkan untuk diadakannya perbaikan penulisan Keputusan KPU Kabupaten Jayapura tentang Penetapan Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Jayapura Tahun 2024.