Membongkar Kebohongan Masif Hipotesis Bahan Bakar Fosil dan Propaganda Peak Oil

Ilustrasi.

LAMPUNG, Cinews.id – Penetapan kuota produksi negara-negara penghasil minyak (OPEC) yang berdampak pada fluktuasi harga BBM di pasar internasional, selalu diamati dengan penuh kekhawatiran, karena hal itu akan berpengaruh pada kebijakan pemerintah soal bahan bakar minyak (BBM) yang selalu saja ditunggu masyarakat dengan harap-harap cemas.

Dalam dunia perminyakan secara tidak sadar memang telah dibangun dari awalnya, kita semua percaya bahwa minyak bumi adalah bahan bakar fosil, hampir setiap hari “fakta” ini disebut dalam berbagai lembaga pendidikan dan media massa. Lalu siapa sebenarnya yang pertama mengajukan teori  (hipotesis) yang kadung dipercaya semua orang ini.

Mikhailo V. Lomonosov, seorang cendekiawan besar Rusia, yang pada 1757 mengajukan sebuah hipotesis bahwa minyak bumi berasal dari sisa-sisa makhluk hidup.
Berdasarkan hipotesis ini, berarti minyak mentah akan terbentuk sangat lambat, karena berasal dari sisa-sisa tumbuhan dan binatang yang telah mati, melewati jutaan tahun terkubur di bawah batuan, mengalami tekanan dan suhu yang luar biasa, lalu mengubahnya menjadi minyak mentah.

Industri minyak bumi modern lahir 145 tahun yang lalu di Titusville, Pennsylvania, Amerika Serikat (AS) ketika Edwin Drake sukses melakukan pemboran pertama minyak bumi di AS. Kala itu hampir tidak ada yang mengkhawatirkan berapa lama lagi perut bumi menyediakan minyaknya untuk diambil, namun sejak produksi minyak di AS memuncak sekitar 1970, sejumlah ahli geologi, ahli ekonomi dan analis industri mulai mempertimbangkan sebuah pertanyaan, berapa lama lagi pasokan minyak bumi dunia bisa memenuhi permintaan yang terus meningkat?,

Pada saat itu banyak kalangan memprediksi, produksi minyak global akan mencapai puncaknya beberapa tahun ke depan,
Konsekuensi dari hipotesis “bahan bakar fosil” tentunya menyisakan pertanyaan-pertanyaan pesimis seperti itu. Berapa banyak minyak mentah yang masih tersisa di dalam perut bumi? Dan kapan habisnya?

Menurut National Geographic, jumlah minyak mentah yang tersisa di bumi diprediksi sekitar 1,2 triliun barrel. Walaupun ladang minyak baru banyak ditemukan, tetapi pasokan saat ini tidak sebanding dengan penemuan-penemuan ladang tersebut. Berdasarkan gambaran konsumsi saat ini, berarti perkiraan 1,2 triliun barrel minyak bumi akan habis dalam tempo 44 tahun.
Benarkah masa kejayaan energi tak terbarukan ini akan segera berakhir? Akankah tak kan tersisa lagi tetesan minyak di jebakan kerak bumi? Ataukah ini hanya isu-isu yang sengaja dihembuskan untuk melambungkan harga “emas hitam” ini?

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut kita mesti meninjau ulang hipotesis biogenik Lomonosov yang dibuat hampir 250 tahun yang lalu itu. Beberapa ilmuwan mulai mempertanyakan pandangan tradisional ini. Pada abad ke-19 hipotesis ini untuk pertama kalinya ditolak seorang naturalis dan geolog Jerman kenamaan, Alexander von Humboldt, dan ahli kimia termodinamik Prancis, Louis Joseph Gay-Lussac, kemudian mereka mengajukan dalil alternatif yang menyatakan bahwa minyak bumi adalah materi primordial (purba) yang memancar dari tempat yang sangat dalam, dan tak ada hubungannya dengan materi biologis dari permukaan bumi.

Dengan berkembangnya ilmu kimia selama abad kesembilan belas, terutama ketika hukum kedua termodinamika ditemukan oleh Clausius pada 1850, hipotesis Lomonosov terus diserang, salah seorang pakar kimia Prancis, Marcellin Berthelot mencemooh hipotesis asal biologis dari minyak bumi ini.

Berthelot adalah orang pertama yang melakukan percobaan yang melibatkan serangkaian apa yang sekarang disebut sebagai reaksi Kolbe dan menunjukkan bahwa minyak bumi bisa dihasilkan dengan melarutkan baja dengan asam kuat tanpa melibatkan molekul atau proses biologis.

Selama kuartal terakhir pada abad kesembilan belas, ahli kimia Rusia Dmitri Mendeleev juga menguji dan menolak hipotesis Lomonosov.

Mendeleev menyatakan dengan jelas bahwa minyak bumi merupakan bahan primordial yang keluar dari kedalaman yang jauh. Dengan persepsi yang luar biasa, Mendeleev membuat hipotesis tentang adanya struktur geologi yang ia sebut “patahan dalam” (deep fault) tempat minyak bumi melaluinya dari kedalaman.

Pada 1951, dalam sebuah kongres geologi minyak bumi, seorang geolog asal Rusia Nikolai A. Kudryavtsev mengajukan teori asal-usul minyak bumi abiotik atau abiogenik, setelah menganalisis hipotesis Lomonosov yang terbukti salah.

Inilah untuk pertama kalinya teori abiotik modern dicanangkan untuk mengganti teori konvensional.
Kudryavtsev tidaklah sendiri, dia mendapat banyak dukungan termasuk dari para ilmuwan barat, seperti Thomas Gold dan Dr JF Kenney. Bahkan Kenney bersama ilmuwan Rusia lainnya benar-benar mampu membangun reaktor dan membuktikan minyak bumi bisa dihasilkan dari kalsium karbonat dan oksida besi, dua senyawa yang melimpah di kerak bumi.

Baru-baru ini, para peneliti dari Royal Institute of Technology di Stockholm, Swedia telah berhasil membuktikan bahwa fosil-fosil dari hewan dan tumbuhan tidak lagi diperlukan untuk menghasilkan minyak mentah. Temuan ini tentu begitu revolusioner karena sangatlah berarti, di satu sisi akan memudahkan menemukan sumber-sumber energi, di sisi lain sumber energi ini dapat ditemukan di seluruh dunia.

“Dengan menggunakan penelitian ini, bahkan kami dapat mengatakan di mana minyak bumi dapat ditemukan di Swedia,” kata Vladimir Kutcherov, profesor yang memimpin riset ini.

Bersama dengan koleganya, Vladimir Kutcherov telah melakukan simulasi suatu proses yang melibatkan tekanan dan panas yang terjadi secara alami di lapisan dalam bumi, proses yang menghasilkan hidrokarbon, komponen utama dalam minyak dan gas alam.
Menurut Kutcherov, penemuan ini mengindikasikan dengan jelas bahwa pasokan minyak bumi tidak akan habis.

“Tidak ada keraguan bahwa penelitian kami membuktikan bahwa minyak mentah dan gas alam yang dihasilkan, tanpa melibatkan fosil. Semua jenis batuan dasar dapat berfungsi sebagai reservoir minyak,” kata Vladimir Kutcherov dilansir Science Daily, baru-baru ini.

Kutcherov pun mampu membuktikan bahwa hidrokarbon dapat dibuat dari air, kalsium karbonat dan zat besi. Ini berarti minyak bumi merupakan sumber energi berkelanjutan dan terbarukan.
Proses abiotik untuk menghasilkan minyak bumi dimungkinkan lewat proses yang disebut Fischer-Tropsch, reaksi kimia yang mengubah campuran karbonmonoksida dan hidrogen menjadi hidrokarbon cair. Proses ini dikembangkan dan dipatenkan pada tahun 1920, kemudian digunakan selama Perang Dunia II oleh Jerman dan Jepang.

Proses ini pun menjadi dasar penciptaan bahan bakar jet yang dibuat dari air di AS, seperti dilaporkan majalah Wired (9/9/2009).

Beberapa Contoh Bukti Kasus Konspirasi Kebohongan tentang Kelangkaan Sumber Minyak

Inti dari masalah ini adalah bahwa jika minyak banyak di daerah-daerah di mana kita diberitahu oleh pemerintah dan perusahaan minyak yang tidak memiliki bukti yang jelas bahwa kelangkaan buatan disimulasikan dalam rangka untuk mendorong maju segudang agenda lainnya. Dan kami memiliki contoh nyata dimana hal ini telah terjadi.

Seperti pada perusahaan pengeboran minyak raksasa Chevron dan Texaco, mereka mendapat memo untuk sengaja menciptakan kelangkaan minyak dengan membatasi kapsitas produksi dengan menutup kilang minyak tertentu dengan alasan minyak telah habis di sumber tersebut. Ini adalah upaya lobi nasional yang dipimpin oleh American Petroleum Institute untuk mendorong perusahaan-perusahaan kilang minyak untuk melakukan hal ini.

Sebuah memo internal yang Chevron menyatakan; “Seorang analis energi senior di konvensi API baru-baru ini memperingatkan bahwa meskipun industri minyak AS tidak mengurangi kapasitas penyulingan hal ini tidak akan menimbulkan peningkatan substansial dalam margin kilang,”.

Memo ini semakin memperjelas bahwa gagasan untuk pengurangan dalam kapasitas penyulingan dan pembatasan dalam membuka kilang baru tidak datang dari organisasi lingkungan, seperti yang dikatan oleh para produsen minyak , tetapi melalui kebijakan yang disengaja dari mereka sendiri.

Program Illuminati Dibalik Kebohongan Keterbatasan Alam Dalam Produksi Minyak Bumi

Teori Peak Oil adalah kebohongan masif yang dirancang untuk menciptakan kelangkaan buatan demi mendongkrak harga, juga memberikan negara sebuah alasan untuk mengorbankan standar hidup yang telah kita perjuangkan dengan susah payah. Publisitas menciptakan CFR dan Club of Rome strategy manual sejak 30 tahun lalu mengatakan bahwa pemerintah global perlu mengontrol populasi dunia melalui neo-feodalisme dengan menciptakan kelangkaan buatan.



Baca juga :

BlackRock dan Vanguard Group Adalah Penguasa dan Pengendali Dunia


Sekarang arsitek sosial de-industrialisasi Amerika Serikat menyalahkan disintegrasi ekonomi kita pada kurangnya pasokan energi. Sekarang ekonomi dunia telah menjadi begitu terpusat melalui operasi globalisasi, mereka akan terus mengkonsolidasikan dan menyalahkan pemakaian berlebihan atas bahan bakar yang bersumber dari fosil, sementara pada saat yang sama mereka juga menghalangi pengembangan dan integrasi teknologi bersih yang terbarukan.
Dengan kata lain, Sumber minyak bumi yang dinyatakan dari fosil mahluk hidup adalah kebohongan besar untuk menciptakan kelangkaan buatan dan mengendalikan harga.

Sementara itu, teknologi bahan bakar alternatif yang telah ada selama beberapa dekade juga sengaja ditekan pengembangannya.

Peak Oil adalah sebuah teori yang dikemukakan oleh elit, oleh industri minyak, oleh orang-orang bahwa Anda akan berpikir puncak minyak akan membahayakan, kecuali itu adalah penutup untuk agenda lain.

Dan begitulah realitanya dunia ini yang penuh dengan kepalsuan, Teori bahwa minyak bumi berasal dari sisa fosil biologis zaman dahulu adalah sebuah kebohongan besar dari para elit zionis-Illuminati (Redyang memang sejak awal menguasai bisnis minyak, media, dan institusi pendidikan).

Illuminati ingin menggunakan propaganda Peak Oil untuk menaikkan harga minyak dan mengeksekusi rencana depopulasi dunia mereka.
Saat harga minyak naik melewati kemampuan beli sejumlah besar negara, hanya negara-negara yang diizinkan hidup oleh Illuminati yang akan mendapatkan minyak. Beberapa milyar penduduk bumi akan dimusnahkan (depopulasi) secara kejam dalam kekacauan dan kepanikan akibat matinya industri dan perdagangan di dalam negeri mereka.

Mungkin bagi sangkaan orang awam, keuntungan penjualan minyak akan dinikmati oleh negara-negara penghasil minyak seperti Arab Saudi, Kuwait, Uni Emirat Arab, Libya dan Indonesia.

Namun kenyataannya, meskipun ladang produksi minyaknya ada di Arab Saudi dll, namun sebagian besar perusahaan penambang dan pengolah minyaknya dimiliki oleh perusahaan asing, Rockefeller beserta kolega-koleganya.

Di Indonesia sendiri, 90% perusahaan minyak yang ada dimiliki oleh perusahaan asing. Maka jangan heran sebagai salah satu negara penghasil minyak, tidak ada sedikitpun jejak keuntungan besar yang diraup oleh negara ini. Sedikitpun dana yang ada belum terkorupsi, dana ini, dana itu yang tidak jelas kemana larinya. Yang jelas para penikmatnya mafia-mafia minyak itu, rakyat kecil dianggap tidak perlu, yang penting beli BBM terus..

Saat ini, akibat propaganda Peak Oil, semua negara ramai-ramai mengembangkan minyak nabati yang disebut biofuel. Mereka menggunakan bahan pangan seperti jagung dan gula untuk membuat minyak baru. sekalipun mereka tahu energi yang diperlukan untuk memproduksi satu unit minyak biofuel lebih besar daripada energi yang kemudian bisa didapat dari satu unit minyak biofuel, rencana ini tetap jalan terus.

Selain itu, efek dari tindakan ini adalah mengurangi lahan pertanian untuk bahan pangan. Tanah pertanian yang sebenarnya untuk memproduksi bahan pangan sekarang sebagian dikonversi sebagai lahan pertanian yang produknya dipakai untuk membuat bahan baku biofuel. Salah satu penyebab kenaikan harga komoditi pertanian beberapa tahun terakhir ini adalah karena hal ini, dan kabar buruk bagi para kelas menengah dan orang miskin adalah intensitas program ini sekarang masih di tahap awal. Di tahun-tahun mendatang, akan ada semakin banyak lahan pertanian untuk memproduksi biofuel dan oleh sebab itu akan membuat pasokan bahan pangan menjadi semakin ketat, alias harga bahan pangan akan terus meningkat.

Selanjutnya, food inflation bakal menjadi perhatian para pengamat ekonomi, dapat di ihat dari perspektif lingkungan juga dan ternyata ada benang merahnya di teknik-teknik produksi GMO. Memperkecil lahan pertanian, hal itu akan membuat hidup petani bergantung pada teknologi pertanian yg dikuasai asing, menjadikan lahan petani sebagai industri termasuk biofuel, kemudian kanibalisasi lahan dengan menjadikan lahan pangan yg bergantung pada air tawar ke air asin. Saat ini ada uji coba para insinyur monsanto membuat sawah di tepi pantai dengan keramba seperti rumput laut.

Masa Depan Minyak Bumi

Hari ini kita dianjurkan habis-habisan oleh pemerintah untuk menghemat energi BBM, demi menyisakan energi dari minyak untuk anak cucu kita. Jika memang minyak benar-benar akan habis dalam beberapa puluh tahun lagi,

Yang jadi pertanyaan, mengapa sekarang cadangan minyak terus meningkat dan produksinya kian meroket ?

Pada tahun 1980-an OPEC memutuskan kuota produksi minyak didasarkan pada jumlah cadangan yang ada di negara masing-masing, semakin besar cadangannya maka semakin besar pula produksinya, Belakangan ini Arab Saudi melaporkan peningkatan cadangan minyak mentahnya sekitar 200 miliar barel, stok minyak Saudi aman dan berlimpah, kata para pejabat Arab Saudi dalam sebuah pernyataan.

Ada juga laporan bahwa Rusia telah mengalami peningkatan yang jauh lebih besar pada cadangan minyaknya bahkan melampaui Arab Saudi, Mengapa Rusia mengumumkan hal ini jika Rusia percaya bahwa cadangan minyak adalah terbatas?

Tampak jelas bahwa Rusia telah siap dengan produksi minyak tak terbatas di masa depan, Yang jelas ada kontradiksi besar antara teori keterbatasan minyak dengan fakta peningkatan cadangan minyak.

Tampaknya bahwa setiap kali ada semacam krisis energi, OPEC selalu meningkatkan produksi. Denga  alasan, mereka melakukannya untuk menurunkan harga, namun harga selalu naik karena mereka juga menyebarluaskan mitos bahwa mereka menguras beberapa cadangan terakhir untuk pasar.

Bukti ilmiah juga sangat bertentangan dengan keterbatasan suplai minyak, baru-baru ini diperbarui dalam paper Ilmiah yang dimuat Dalam ‘Energia’ menunjukkan bahwa minyak adalah zat abiotik dan bukanlah produk yang berasal dari materi biologis yang mengalami pembusukan berjuta-juta tahun lalu. Minyak, bukan sumber daya non-terbarukan, seperti batubara, dan gas alam, yang bisa terisi kembali dari sumber dalam perut bumi.

Tidak kebetulan kemudian bahwa Rusia, yang memelopori penelitian ini kemudian melakukan serangkaian proyek penggalian minyak bumi dengan kedalaman yang lebih jauh lagi 30.000 meter
referensi

M. Ibnu Ferry
Referensi :

Dan dari berbagai sumber.


Eksplorasi konten lain dari Cinews.id

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.