SURABAYA, cinews.id – Saat PPDB Praktik Sumbangan, jual beli Seragam dan lembar kerja siswa (LKS) menjadi ajang bisnis oknum tertentu meraih keuntungan pribadi mengatasnamakan sekolah. Bisnis semacam ini seringkali terjadi disekolah-sekolah negeri baik tingkat dasar maupun tingkat atas di Jawa Timur, salah satunya kita temui di SMAN 12 Surabaya, Jawa Timur (Jatim).
Terkait hal itu, Saat dikonfirmasi kepala sekolah (kepsek) SMAN 12 Surabaya Mugono mengatakan, bahwa Dinas pendidikan (Disdik) Jawa timur (Jatim) dan Kemendikbudristek tidak melarang adanya jual beli seragam dan buku LKS didalam sekolah.
“Selain itu komite berwenang meminta sumbangan kepada peserta didik untuk membangun peningkatan mutu siswa, pembangunan kantin baru, sarana prasarana dan upah guru honorer sesuai yang sudah disepakati antara pihak sekolah dengan wali siswa,” ungkap Mugono kepada cinews.id pada, Jumat
(06/09/2024).
Padahal sebelumnya, Menteri pendidikan kebudayaan dan ristek (Mendikbudristek) Nadiem Makarim menegaskan dalam permendikbud nomor 60 tahun 2011 tentang pungutan liar, nomor 45 tahun 2014, nomor 50 tahun 2022 tentang jual seragam, nomor 75 tahun 2016 tentang menjual buku pelajaran, bahan ajar disekolah.
Dari informasi yang diterima cinews.id, Sebelumnya, saat upacara Mugono selaku Kepsek SMAN 12 Surabaya pada, Senin (02/09/2024) pernah menyampaikan kepada seluruh peserta didik, bahwa tidak adanya pungli dan jual beli apapun disekolah SMAN 12 Surabaya.
Pernyataan Kepsek Mugono pun menuai kontroversi ketika SMAN 12 Surabaya mewajibkan peserta didik untuk membayar uang pendaftaran ulang, membeli almamater dan LKS.
“membeli almamater sekolah seharga 4000.000,” jawab salah seorang siswa SMAN 12 Surabaya kepada cinews id.
“daftar ulang dan LKS kita bayar pak”, ucap mereka seperti kesal dengan kepsek yang baru Mugono.
Ketika di tanyakan mengenai pihak SMAN 12 Surabaya yang mewajibkan peserta didik untuk membeli almamater, bayar daftar ulang dan beli buku LKS, Kepsek Mugono pun berdalih bahwa seluruh sekolah pun memberlakukan kewajiban yang sama seperti yang berlaku di SMAN 12 Surabaya.
“semua sekolah juga jual LKS,”jawab Mugono pada, Senin (02/09/2024).
Senada dengan Kepsek SMAN 12 Surabaya, Seorang guru yang menjadi wali kelas 12 menegaskan, bahwa sekolah tidak ada yang gratis dan jika ada siswa yang ketahuan membeli LKS di luar sekolah maka akan mempengaruhi nilai pelajarannya.
“Tidak ada sekolah gratis, guru honorerpun dibayar dari sumbangan siswa didik melalui komite.dan bilamana ada siswa membeli LKS diluar sekolah, nilainya akan jatuh saat lanjut kuliah,”katanya, Senin, 21/08/2024).
Perlu diketahui, berikut ini beberapa pelanggaran yang dilakukan SMAN 12 Sueabaya:
- PPDB 2.400.000
- Daftar ulang 135.000
- LKS 430.000
- Komite 150.000
- Wisuda 200.000 DLL.
Adanya jual beli LKS di SMAN 12 Surabaya patut diduga kuat demi meraup keuntungan pribadi hingga mengabaikan peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 2 Tahun 2008 tentang Buku, pasal (11) yang melarang sekolah menjadi distributor atau pengencer buku kepada peserta Didik.
UU No.3 Tahun 2017 juga mengatur sistem perbukuan, tata kelola perbukuan yang dapat dipertanggung jawabkan secara menyeluruh dan terpadu, yang mencakup perolehan naskah, penerbitan, percetakan, pengembangan buku elektronik, pendistribusian, pengunaan, penyediaan, dan pengawasan buku.
Menurut aturan, Buku LKS tidak di perjual belikan di sekolah. Siswa berhak membeli LKS, namun tidak di sekolah. Orang tua siswa membeli LKS di toko Buku.
Pasal 63 ayat (1) UU Sistem perbukuan, penerbit dilarang menjual buku teks pendamping secara langsung kesatuan dan atau program pendidikan anak Usia Dini, Sekolah Dasar, dan Pendidikan Menengah.
Pasal 64 ayat (1) UU sistem perbukuan, penjualan buku teks pendamping dan buku nonteks di lakukan melalui toko buku dan atau sarana lainnya.
Selain itu, Permendiknas No 2 Tahun 2008 tentang perbukuan. Pasal (1) angka (10) toko buku termasuk kedalam distributor enceran buku pengecer, yang lengkapnya berbunyi “Distributor eceran buku yang selanjutnya di sebut pengecer adalah orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang memperdagangkan buku dengan cara membeli dari penerbit atau distributor dan menjualnya secara eceran kepada konsumen akhir.
Hal ini tenaga pengajar atau guru di sekolah yang menjual secara langsung buku LKS kepada siswa patut di pertanyakan, tugas dan fungsi seorang guru adalah mengajar dilembaga pendidikan, dan disekolah tempatnya proses belajar dan mengajar bukan tempatnya berdagang.
Yang pasti, Larangan jual beli buku dan LKS diatur tegas pasal 181a peraturan pemerintah (PP) nomor 17 Tahun 2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan.
Imam Budi S
Eksplorasi konten lain dari Cinews.id
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.