Jakarta, CINEWS.ID – – Ketua Komisi XIII DPR RI Willy Aditya menyebut revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (UU PSdK) sebagai langkah strategis dalam memperkuat reformasi hukum dan penegakan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia.
Ia berharap, revisi ini menjadi acuan hukum yang lebih berorientasi pada pemulihan korban dibanding penghukuman terhadap pelaku (retributive justice).
“Salah satu kelemahan sistem hukum kita adalah minimnya perhatian terhadap hak-hak korban. Revisi ini merupakan koreksi mendasar terhadap paradigma hukum yang selama ini lebih berpihak pada pelaku ketimbang pada kemanusiaan korban. Kami berharap revisi UU PSdK yang sedang dibahas oleh Komisi XIII DPR dapat memperkuat reformasi hukum dan perlindungan HAM di Indonesia,” ujar Willy kepada wartawan, Rabu (12/11/2025).
Menurut Willy, revisi ini menjadi penanda penting pergeseran nilai hukum nasional dari pendekatan berbasis pembalasan menuju pendekatan pemulihan (restorative justice). Ia menilai, paradigma baru tersebut menempatkan korban bukan sekadar sebagai objek hukum, tetapi sebagai subjek utama yang harus dipulihkan harkat dan martabatnya oleh negara.
“Perlindungan korban merupakan bagian tak terpisahkan dari tanggung jawab negara dalam menegakkan keadilan dan rasa aman. Reformasi regulasi harus memastikan bahwa setiap warga negara dapat mengakses perlindungan hukum tanpa diskriminasi,” kata Willy.
Willy menjelaskan, salah satu fokus utama revisi UU PSdK adalah penguatan kelembagaan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) agar memiliki jangkauan yang lebih luas hingga ke tingkat daerah.
Selama ini, keterbatasan sumber daya dan wilayah kerja LPSK membuat banyak korban di luar kota besar kesulitan mengakses bantuan hukum, perlindungan keamanan, maupun dukungan psikologis,” jelasnya.
Selain itu, revisi UU ini juga membuka peluang partisipasi publik melalui pembentukan Dana Abadi Korban (victim trust fund) sebagai wujud solidaritas sosial dan tanggung jawab kolektif bangsa.
“Partisipasi masyarakat dalam pemulihan korban diharapkan dapat menumbuhkan budaya hukum yang berkeadilan dan berempati, serta memperkuat semangat kemanusiaan,” tutur Willy.
Pimpinan komisi di DPR yang membidangi urusan reformasi hukum dan HAM itu menegaskan pendekatan berbasis voluntarisme publik dalam revisi ini mencerminkan semangat baru reformasi hukum yang berpihak pada rakyat. Willy berharap, UU PSdK yang baru akan meningkatkan perlindungan negara kepada para saksi dan korban.
“Kita tidak sedang membangun hukum yang keras, tetapi hukum yang beradab. Tujuannya bukan sekadar menghukum, melainkan memulihkan agar keadilan tidak berhenti di ruang sidang, tetapi hadir dalam kehidupan korban,” tegas Legislator NasDem dari Dapil Jawa Timur XI itu.
Lebih lanjut, Willy memastikan Komisi XIII DPR RI berkomitmen menjadikan perlindungan saksi dan korban sebagai agenda prioritas dalam reformasi hukum nasional.
“Dengan revisi ini, diharapkan sistem hukum Indonesia benar-benar menghadirkan keadilan substantif yang berpihak pada kemanusiaan, serta menjamin setiap warga negara mendapatkan perlakuan yang adil dan bermartabat,” pungkas Willy.
Eksplorasi konten lain dari CINEWS.ID
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

