Anggota Komisi IX DPR Sebut RUU Ketenagakerjaan Harus Menjadi Regulasi yang Adil

Jakarta, CINEWS.ID – Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher mengatakan, Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketenagakerjaan harus menjadi regulasi yang adil serta mampu melindungi pekerja dan dunia usaha. Hal itu dikatakannya merespons masukan dari sejumlah serikat buruh.

Netty pun memastikan, pembahasan undang-undang ini akan dilakukan secara hati-hati dan komprehensif. Tentunya, ujar Netty, dengan memperhatikan kepentingan seluruh pihak.

“RUU Ketenagakerjaan menyangkut hajat hidup jutaan pekerja dan keberlangsungan dunia usaha. Oleh sebab itu, setiap usulan dari serikat pekerja, pengusaha, maupun Pemerintah perlu dipertimbangkan secara proporsional agar melahirkan regulasi yang berkeadilan,” kata Netty dalam keterangan kepada wartawan, Kamis.(25/9/2025).

Netty menilai, prinsip upah layak dan kesejahteraan pekerja juga penting untuk diperhatikan dalam pembahasan RUU Ketenagakerjaan. Namun, implementasinya harus disesuaikan dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi nasional.

“Prinsip upah layak harus menjadi perhatian, namun dalam implementasinya perlu memperhitungkan kondisi ekonomi nasional dan daya saing industri,” katanya.

“Misalnya, terkait pesangon sebagai bentuk perlindungan dasar bagi pekerja. Formulasinya perlu dibuat adil, realistis, dan dapat dijalankan tanpa membebani pekerja maupun pelaku usaha,” lanjut Netty.

Selain itu, Netty menegaskan perlunya penguatan BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan sebagai jaminan perlindungan pekerja. “Ini penting agar dapat memberi layanan yang lebih luas, transparan, dan mudah diakses oleh pekerja,” ucapnya.

Netty juga berharap, RUU Ketenagakerjaan bisa menjadi jembatan yang mempertemukan kepentingan semua pihak secara adil, bukan malah menjadi sumber konflik.

“Regulasi yang baik harus menjaga hak pekerja sekaligus memberikan ruang bagi dunia usaha untuk berkembang,” pungkas Netty.

Sebelumnya, sebanyak 17 konfederasi serikat pekerja dan buruh menghadiri rapat Panitia Kerja RUU Ketenagakerjaan bersama Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 23 September.

Mereka memberikan masukan terhadap revisi UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang tengah dibahas dalam Prolegnas DPR RI.

Mayoritas perwakilan konfederasi mendesak penghapusan praktik outsourcing atau alih daya yang dinilai merugikan pekerja. Sebab hubungan kerja mereka berada di bawah pihak ketiga, bukan langsung dengan perusahaan utama.

Selain outsourcing, serikat buruh juga menyoroti praktik magang tanpa upah. Di mana perusahaan kerap menggunakan pekerja magang untuk menekan biaya operasional, bahkan membuka lowongan bagi lulusan sarjana dengan status magang.

Dalam rapat itu, Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) juga menekankan perlunya perbaikan regulasi izin pekerja asing. KSPSI menilai, aturan saat ini terlalu longgar hingga mengancam posisi tenaga kerja lokal. Diharapkan, negara hadir lebih kuat dalam revisi UU Ketenagakerjaan.

Masukan serikat buruh tersebut akan dibahas Panja RUU Ketenagakerjaan yang dibentuk sejak 22 April 2025. Adapun RUU Ketenagakerjaan sudah resmi masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025-2026.


Eksplorasi konten lain dari CINEWS.ID

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.