Opini  

Krisis Integritas yang Terus Berulang Indonesia Perlu Reformasi Sistemik.

Lampung, CINEWS.ID – Sepanjang dekade ini dari 2014 hingga 2024, banyak pihak menilai bahwa kepemimpinan nasional telah menimbulkan kerusakan sistemik di berbagai lini diantaranya keuangan, infrastruktur, pelayanan publik hingga sendi kepercayaan rakyat.

Kebijakan pemerintah yang berkuasa kerap dipandang lebih mengutamakan kepentingan pribadi, keluarga, dan kelompok tertentu ketimbang kesejahteraan bangsa.

Namun, yang paling miris adalah makin merebaknya dugaan keterlibatan pucuk-pucuk pimpinan dalam praktik korupsi berskala besar. Pada periode 2014–2024, sejumlah pembantu presiden Indonesia yang terlibat dalam pusaran kasus korupsi mengaku bertindak atas sepengetahuan, bahkan perintah, pimpinan tertinggi.

Sebagian menyebut hasil penjarahan diserahkan langsung kepada presiden. Meskipun semua pernyataan itu menunggu pembuktian hukum, namun kesaksian semacam itu cukup untuk membuka dugaan keterlibatan dalam mega korupsi bernilai ribuan triliun rupiah, merupakan suatu nilai yang dapat mengguncang fondasi keuangan negara.

Korupsi adalah “extraordinary crime“, suatu tindak kejahatan luar biasa yang tidak bisa diabaikan. Karena itu, Kejaksaan Agung, KPK, dan aparat hukum lainnya tidak boleh berhenti pada retorika. Setiap informasi sekecil apapun harus ditelusuri dengan tuntas. Penegakan hukum yang tegas, independen, dan transparan menjadi syarat mutlak untuk mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap institusi negara.

Tak hanya eksekutif, krisis integritas juga tampak terjadi di legislatif. Dari adanya peristiwa penjarahan aset oleh warga terhadap sejumlah anggota DPR RI, hal itu memperlihatkan bahwa tak hanya lantaran arogansi kekuasaan, tetapi juga kegagalan para wakil rakyat menegemban mandat publik. Lambannya pengesahan RUU Perampasan Aset adalah bukti nyata. Penundaan itu menimbulkan kecurigaan : apakah ada kepentingan untuk memberi ruang bagi pelaku korupsi, termasuk yang berada di puncak kekuasaan 2014–2024, agar sempat menyelamatkan atau mengalihkan harta hasil kejahatannya.

Mereka para putra terbaik bangsa yang di percaya duduk di Pemerintah dan DPR semestinya segera menghentikan segala sandiwara politik. Dan RUU Perampasan Aset tidak boleh terus dipinggirkan. Undang-undang ini harus lahir sebagai instrumen tajam untuk menutup ruang impunitas, memutus rantai korupsi, dan memastikan aset negara kembali ke pangkuan rakyat.

Diketahui bersama, disaat para elite negeri ini marak dan tanpa rasa malu terlibat skandal Mega korupsi di sementara Rakyat justru  semakin tertindas menderita dengan kebijakan-kebijakan dan segala aturan, dimana defisit APBN ditutup dengan di bebankan kepada masyarakat, dengan melonjaknya pajak, tarif barang dan jasa membubung,

Namun, rakyat Indonesia telah menunjukkan ketabahan yang luar biasa. Kesabaran itu jangan sekali-kali ditafsirkan sebagai kelemahan atau lisensi bagi penguasa untuk terus menipu kepercayaan publik.

Krisis integritas yang terus berulang adalah ALARM keras bagi bangsa ini. Reformasi parsial tidak cukup, yang dibutuhkan adalah reformasi sistemik.

Sistem pemilihan harus kembali menekankan integritas, kapabilitas, dan dedikasi terhadap kepentingan umum, bukan sekadar popularitas dan modal.

Penguatan institusi hukum, keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara, serta percepatan legislasi antikorupsi adalah pilar utama yang harus segera ditegakkan. Tanpa itu, bangsa ini hanya akan terjebak dalam lingkaran setan pengkhianatan publik.


Eksplorasi konten lain dari CINEWS.ID

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.