Hukum  

Komisi Yudisial Masih Selidiki Dugaan Pelanggaran Etik Hakim yang Vonis Ringan Harvey Moeis

Jakarta, CINEWS.ID – Komisi Yudisial (KY) masih melakukan penyelidikan terkait dugaan pelanggaran etik oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang memberikan vonis ringan kepada Harvey Moeis dalam kasus korupsi tata niaga timah.

Anggota KY Mukti Fajar Nur Dewata mengonfirmasi pendalaman masih berlangsung, termasuk agenda pemeriksaan ulang terhadap pelapor yang sebelumnya berhalangan hadir.

“Terkait laporan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim terhadap majelis hakim PN Jakarta Pusat, hingga saat ini, KY masih melakukan pendalaman,” kata Mukti di Jakarta, Selasa (18/2/2025).

Mukti menegaskan meskipun vonis Harvey Moeis diperberat di tingkat banding menjadi 20 tahun penjara, hal tersebut tidak secara otomatis membuktikan adanya pelanggaran etik oleh majelis hakim tingkat pertama.

“Majelis hakim tingkat banding mungkin memiliki keyakinan berbeda setelah melihat putusan beserta bukti-bukti serta memori banding dari JPU,” ujarnya.

Harvey Moeis, yang berperan sebagai perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT), awalnya dijatuhi hukuman 6 tahun 6 bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor PN Jakpus.

Namun, dalam sidang banding di Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta, Kamis (13/2/2025), hukuman Harvey Mooeis dalam kasus korupsi tata niaga timah diperberat menjadi 20 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 8 bulan kurungan. Selain itu, ia juga diwajibkan membayar uang pengganti Rp 420 miliar atau menjalani tambahan 10 tahun penjara.

Kasus ini menimbulkan kontroversi karena vonis di PN Jakpus sebelumnya dianggap terlalu ringan meski kasus ini menyebabkan kerugian negara hingga Rp 300 triliun.

Harvey Moeis terbukti menerima uang Rp 420 miliar bersama Manajer PT Quantum Skyline Exchange (QSE), Helena Lim, serta melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Harvey Moeis melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.

Di tingkat pertama, Harvey hanya divonis 6 tahun 6 bulan penjara, denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan, serta diwajibkan membayar uang pengganti Rp 210 miliar atau tambahan 2 tahun penjara.

Putusan tersebut mendapat kritik tajam dari berbagai pihak, yang menilai hukuman itu tidak sebanding dengan besarnya kerugian negara.

Menanggapi vonis ringan tersebut, KY menerima laporan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim (KEPPH) pada Senin (6/1/2025). Saat ini, KY masih terus mengumpulkan bukti dan keterangan untuk menentukan apakah ada pelanggaran etik dalam putusan PN Jakpus.

“KY akan memastikan apakah ada dugaan pelanggaran kode etik hakim dalam putusan ini,” tutup Mukti terkait dugaan pelanggaran etik hakim PN Jakarta Pusat yang memberikan vonis ringan kepada Harvey Moeis dalam kasus korupsi tata niaga timah.