BandarLampung, CINEWS.ID – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto, sejak awal telah menjadi polemik. Baik dari sisi pembiayaannya yang memerlukan dana fantastis juga dari sisi pelaksanaannya yang menimbulkan banyak masalah.
Selain itu bermunculan pihak-pihak yang menjadikan MBG sebagai lahan melakukan bisnis dengan cara-cara yang merugikan. Seperti yang terjadi di daerah kediri, telah terjadi penipuan dengan modus penyedia jasa catering. Kerugian yang dialami oleh masing-masing jasa catering yang diiming-imingi kontrak “kerja sama” selama 5 tahun dengan biaya antara Rp 1 juta hingga Rp 2 juta. Namun, pekerjaan sebagai penyedia MBG ke sekolah-sekolah yang dijanjikan tidak juga kunjung datang.
Sejak awal pelaksanaan teknisnya, MBG memunculkan sejumlah masalah. Kendala tersebut terkait nilai gizi, jenis menu, banyaknya porsi makanan dan juga rasa yang tidak sesuai dengan selera anak-anak. Selain itu, tidak semua anak mendapatkan jatah karena terkendala masalah diet. Beberapa anak tidak boleh mengkonsumsi makanan tertentu karena faktor kesehatan mereka, sehingga mereka terpaksa membawa bekal sendiri dari rumah masing-masing.
Belakangan Pelaksanaan program makan bergizi gratis (MBG) di sejumlah daerah mulai bermasalah. Di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, program MBG dihentikan mendadak, sementara di Kabupaten Sikka, NTT, ratusan siswa tidak mendapatkan jatah makan bergizi gratis.
Program makan bergizi gratis di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur dihentikan mendadak tanpa alasan yang jelas. Kini, para siswa terpaksa harus membawa bekal sendiri untuk makan siang di sekolah. Pihak sekolah mengaku belum memberi informasi secara lengkap kepada para siswa dan wali murid, terkait alasan diberhetikannya program MBG di sekolah mereka.
Di Madrasah Ibtidaiyah Negeri 1 Sumenep, ada 645 siswa yang mengaku kecewa karena program MBG dihentikan. Pihak sekolah mengimbau wali murid agar kembali membekali anak-anak mereka agar tetap bisa makansiang di sekolah.
“Dengan distopnya (MBG) itu, yang biasa sarapan pagi, yang biasa sarapan dari rumah atau yang membawa bekal ke sekolah harap untuk membawa bekal kembali, karena MBG sesuai dengan edaran itu distop dulu sementara.” kata Kepala MIN 1 Sumenep, Didik Santoso.
Sementara, pihak SPPG Gumenep, Mohammad Kholilur Rahman sebagai penanggung jawab program MBG belum merespons saat dimintai keterangan terkait hal ini.
Semetara itu, ratusan siswa kelas 1 SMAK Frateran Maumere, Kabupaten Sikka, NTT tidak mendapat jatah makan bergizi karena jumlah yang dibagikan tidak sesuai dengan jumlah siswa di sekolah itu.
Bila latar belakang pembuatan program MBG karena ingin memberikan makanan yang sehat supaya pemenuhan gizi terjamin ataupun mencegah kekurangan gizi pada anak maka sebenarnya masih banyak solusi lain yang lebih mudah, praktis dan lebih masuk akal dari pada program MBG.
Pada dasarnya penyediaan makanan sehat dan bergizi bisa dilakukan oleh setiap keluarga, Negara cukup menjamin kebutuhan akan pangan, sandang dan papan yang baik melalui pembukaan lapangan pekerjaan yang luas dan memberikan gaji sesuai dengan jenis pekerjaannya.
Karena menjamin kestabilan kondisi ekonomi negara sangatlah penting karena permasalahan ekonomi/kemiskinan diakibatkan oleh faktor ini. Akan lebih bermanfaat bagi kemajuan bangsa ini jika program MBG di alihkan untuk program-program lain yang dapat lebih tepat sasaran dengan menjamin kebutuhan masyarakat miskin akan pendidikan dan kesehatan secara cuma-cuma.
Sebab, tingginya kasus gizi buruk dan stunting pada anak-anak di Indonesia, dipicu oleh faktor ekonomi serta minimnya kesadaran individu ataupun masyarakat dalam mengkonsumsi makanan yang sehat dan bergizi. Maka dalam hal ini perlu adanya edukasi yang dilakukan melalui sistem pendidikan dan sistem informasi negara.