JAKARTA, Cinews.id – Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan Indonesia meraih kemenangan penting di Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO) terkait kebijakan kelapa sawit, yang mengonfirmasi adanya diskriminasi oleh Eropa terhadap produk kelapa sawit Indonesia.
Airlangga menegaskan bahwa ini menjadi bukti Indonesia mampu bersaing dan memenangkan kasus internasional dan Eropa terbukti melakukan diskriminasi khususnya terhadap produk kelapa sawit dan biodiesel.
Menurut Airlangga hal tersebut mengingat kebijakan Eropa yang sebelumnya lebih mengutamakan biodiesel berbasis rapeseed dan soyabean. Sehingga diharapkan dapat membuka peluang biodiesel berbasis minyak kelapa sawit (CPO) secara lebih luas ke pasar global.
“Sehingga biodiesel yang sekarang kita ambil sebagai sebuah kebijakan itu mau gak mau dunia harus menerima bahwa tidak hanya biodiesel berbasis rapeseed, soyabean dan yang lain tetapi juga yang berbasis daripada CPO,” jelasnya kepada awak media, Jumat (17/1/2025).
Selain itu, Airlangga menyampaikan diskriminasi yang dilakukan WTO ini juga memengaruhi kebijakan Uni Eropa mengenai produk bebas deforestrasi atau European Union on Deforestation-free Regulation (EUDR).
Airlangga menyampaikan, Eropa memutuskan untuk menunda implementasi EUDR yang awalnya direncanakan tahun ini menjadi 2026, memberikan kesempatan bagi Indonesia dan Malaysia untuk memperkuat strategi implementasi agar kelapa sawit tidak lagi didiskriminasi.
“Ini memberikan kesempatan bagi Indonesia dan Malaysia untuk memperkuat strategi untuk implementasi agar sawit juga tidak didiskriminasi,” jelasnya.
Airlangga menyampaikan pemerintah sedang berupaya menyelesaikan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Indonesia dan Uni Eropa atau Indonesia–European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA)
“Dengan kemenangan ini, hambatan yang selama ini menghantui perundingan IEU CEPA ini bisa hilang dan kita dapat segera selesaikan IEU CEPA,” ujarnya.
Adapun perundingan IEU-CEPA terdiri dari berbagai aspek seperti tarif bea cukai, menghilangkan hambatan non-tarif, dan menyederhanakan prosedur kepabeanan untuk memudahkan aliran barang antara kedua wilayah dan lain sebagainya.
Untuk diketahui, sengketa dagang antara Indonesia dan Uni Eropa terkait kelapa sawit dimulai pada 2019, ketika Indonesia meminta konsultasi mengenai kebijakan yang diterapkan oleh Uni Eropa dan negara anggotanya terkait minyak kelapa sawit dan biodiesel berbasis kelapa sawit dari Indonesia.
Kemudian pada 10 Desember 2019, negara-negara lain seperti Kosta Rika, Guatemala, Malaysia, Kolombia, dan Thailand turut mengajukan permohonan konsultasi serupa. Proses penyelesaian sengketa berlanjut dengan pembentukan panel pada pertengahan 2020, dan akhirnya hasil sirkulasi sengketa ini diumumkan pada 10 Januari 2025