Daerah  

Petugas Gabungan Pelabuhan Bakauheni Gagalkan Penyelundupan 6.514 Ekor Burung Dilindungi

KALIANDA, cinews.id – Upaya penyelundupan ribuan burung berhasil digagalkan oleh petugas gabungan di Pelabuhan Bandar Bakau Jaya, Kecamatan Bakauheni, Kabupaten Lampung Selatan pada, Selasa (15/10/2024) malam.

Sebanyak 6.514 ekor burung berbagai jenis tanpa dokumen resmi ditemukan dalam sebuah truk yang hendak menyeberang ke Pulau Jawa.

“Benar, petugas berhasil menggagalkan pengiriman satwa liar berupa 6.514 ekor burung yang dikemas dalam 216 keranjang di Pelabuhan Bandar Bakau Jaya,” kata Kepala Wilayah Kerja Karantina Bakauheni, Akhir Santoso saat dikonfirmasi pada, Rabu (16/10/2024).

Aksi penangkapan ini bermula dari laporan masyarakat yang mencurigai adanya kendaraan yang membawa satwa liar tanpa dokumen.

Pada pukul 20.30 WIB, petugas dari Badan Karantina Indonesia, Balai Karantina Hewan Ikan dan Tumbuhan Lampung, serta instansi lain termasuk Satgas Kerinci BAIS TNI, DitPolairud Polda Lampung, dan NGO yang peduli pada burung-burung Indonesia, langsung menindaklanjuti laporan dengan melakukan pengawasan di pelabuhan.

Truk dengan plat nomor B 9471 KXV yang mencurigakan akhirnya melintas dan diperiksa oleh petugas.

“Kendaraan tersebut kedapatan membawa 6.514 ekor burung yang berasal dari Kayu Agung, Sumatera Selatan, dan direncanakan akan dikirim ke Balaraja, Tangerang,” tambah Akhir.

Jenis burung yang diselundupkan bervariasi, mulai dari Ciblek sebanyak 2.080 ekor, Prenjak 1.040 ekor, hingga burung yang dilindungi, seperti Sepah Raja, Srindit Melayu, dan Sikatan Bakau.

Dari total burung yang ditemukan, 257 ekor termasuk dalam kategori satwa dilindungi.

Terkait kasus ini, pengirim burung diketahui bernama Usman, sedangkan penerimanya adalah OKJ, seorang pengepul di Balaraja. Satwa-satwa tersebut tidak dilengkapi dengan sertifikat kesehatan dan tidak dilaporkan kepada petugas karantina.

Atas pelanggaran ini, pelaku dapat dijerat dengan Pasal 88 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan, dengan ancaman hukuman maksimal dua tahun penjara dan denda Rp2 miliar.

Selain itu, pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya juga dapat dikenakan, dengan ancaman lima tahun penjara.

Kasus ini menunjukkan pentingnya pengawasan dan kerja sama lintas instansi untuk melindungi keanekaragaman hayati Indonesia dari praktik perdagangan satwa liar yang ilegal.


Eksplorasi konten lain dari Cinews.id

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *