Jakarta, CINEWS.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap alasan pihaknya kesulitan menaikkan perkara kasus dugaan rasuah pengadaan WC mewah atau sultan di Bekasi. Sebab, calon tersangkanya meninggal.
“WC Sultan ini yang menjadi kendala, tantangannya itu pertama tadi, salah satu yang berpotensi tersangka ini itu meninggal dunia, ini akan berpengaruh terhadap nanti proses penegakan hukumnya berpengaruh,” kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu berdasarkan keterangannya di Jakarta, dikutip Senin (14/4/2025).
Asep enggan memerinci identitas calon tersangka yang meninggal itu. Kini, dia tidak lagi bisa diperiksa meski penyidik memiliki bukti orang itu menerima uang korupsi.
“Walaupun nilai dari keterangan yang disampaikan (calon) tersangka itu paling kecil nilainya, tapi, tetap saja, kita tidak bisa melakukan upaya paksa terhadap mereka, karena itu meninggal,” ucap Asep.
KPK juga tidak bisa memaksakan kasus dengan menjerat pihak lain. Sebab, calon tersangka yang meninggal merupakan penyelenggara negara.
KPK, kata Asep, diwajibkan menjerat penyelenggara negara dalam penanganan kasus. Itu, lanjutnya, diatur dalam Pasal 11 dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.
“Ada beberapa pasal yang diterapkan itu mengharuskan bahwa si subjek hukumnya ini adalah penyelenggara negara,” kata Asep.
Selain itu, KPK juga kewalahan melakukan penelusuran lapangan terkait dengan kondisi WC sultan tersebut. Terbilang, ada 488 kamar mandi yang harus dicek oleh Lembaga Antirasuah.
“Nah ini titik-titik ini sedang terus dikomunikasikan, karena kalau satu titik setiap titik ada 488 hari, kalau setiap ini satu hari untuk melakukan pengecekan penghitungan kerugian negara,” terang Asep.
Sebagian WC bahkan sudah tidak berbentuk. Sehingga, kata Asep, KPK sudah menilai harganya berdasarkan bentuk awal.
“Karena, setiap titik itu berbeda-beda ya di mana, bahkan ada yang enggak ada, hilang titiknya, enggak tahu itu gimana, katanya sudah kena roboh atau apa,” tutur Asep.