Daerah  

ASN Pemprov DKI Jakarta Dilarang Menggunakan LPG 3 Kg Bersubsidi

Foto: Monumen Nasional (Monas).

Jakarta, CINEWS.ID – Sekretaris Komisi A DPRD DKI Jakarta Mujiyono mengingatkan para aparatur sipil daerah (ASN) Pemprov DKI untuk tidak ikut membeli gas LPG 3 kilogram. Sebab, ASN dilarang menggunakan gas bersubsidi.

“ASN Pemprov DKI Jakarta bukan termasuk sasaran pengguna subsidi LPG,” kata Mujiyono dalam keterangannya, Jumat (14/2/2025).

Merujuk pada Pasal 5 Perpres Nomor 104 Tahun 2007 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan penetapan harga Liquefied Petroleum Gas Tabung 3 Kilogram, dinyatakan bahwa gas 3 kg hanya diperuntukkan bagi rumah tangga dan usaha mikro.

“Di mana rumah tangga yang dimaksud adalah konsumen yang mempunyai legalitas penduduk, menggunakan minyak tanah untuk memasak dalam lingkup rumah tangga dan tidak mempunyai kompor gas,” tutur Mujiyono.

Rumah tangga yang dibolehkan menggunakan gas LPG bersubsidi, lanjut dia, merupakan kelompok masyarakat dengan kelas sosial C1 ke bawah atau pengeluaran di bawah Rp1,5 juta per bulan.

ASN Pemprov DKI tak masuk dalam kategori tersebut. Lagipula, banyak pemda yang telah melarang ASN memakai LPG 3 kg. Kebijakan tersebut bisa diikuti BUMN serta BUMD.

“Jadi, memang sasaran awal pengguna LPG 3 kilogram adalah kelompok masyarakat yang kurang mampu,” tegasnya.

Sebelumnya, Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Teguh Setyabudi menyebut Pemprov DKI telah meminta kenaikan kuota gas LPG 3 kilogram kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk mengantisipasi kelangkaan stok di Jakarta.

Sebagaimana diketahui, kuota gas LPG subsidi untuk Jakarta tahun ini sebesar 407.555 metric ton. Angka ini lebih rendah 5 persen dari realisasi penyaluran LPG di 2024 sebesar 414.134 metric ton.

Sehingga, untuk tahun ini, Pemprov DKI meminta penambahan kuota gas LPG dengan jumlah yang setara penyaluran tahun 2024.

“Kami dari pemerintah provinsi sudah mengajukan kebutuhan untuk LPG 3 kg pada tahun 2025 ini. Kami patokannya adalah kebutuhan pada tahun 2024. Yang (sebelumnya) disetujui oleh Dirjen Migas itu tidak seperti yang kami ajukan,” kata Teguh usai meninjau pangkalan gas LPG di Kramat Jati, Jakarta Timur, Jumat, 7 Februari.

Selain itu, salah satu penyebab sulitnya warga mencari gas 3 kg adalah harga eceran tertinggi (HET) di Jakarta yang masih lebih rendah di daerah penyangga.

Saat ini, HET gas 3 kg di Jakarta masih sebesar Rp16.000 berdasarkan penetapan peraturan gubernur tahun 2015. Sementara, beberapa daerah penyangga telah menetapkan HET sebesar Rp19.000.

Hal ini menyebabkan banyak warga di daerah penyangga yang mencari gas LPG ke Jakarta. Oleh sebab itu, Teguh akan mengusulkan kenaikan HET gas 3 ke Jakarta kepada pemerintah pusat.

“Kalau di Kramat Jati yang barusan kita lihat HET-nya Rp16.000 dijual Rp16.000 juga, tetapi kami pantau di beberapa wilayah memang ada yang jual sampai Rp19.000,” jelasnya.