Daerah  

Konflik Lahan di Desa Pundenrejo Kabupaten Pati Berlarut-larut

Pati, CINEWS.ID – Konflik lahan di Desa Pundenrejo, Kecamatan Tayu, Kabupaten Pati masih berlarut-larut. Petani Pundenrejo pun kembali menggelar demonstrasi di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pati, Rabu (12/2/2025).

Puluhan petani yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Petani Pundenrejo (Germapun) itu berbondong-bondong ke gedung wakil rakyat sekitar pukul 11.00 WIB.

Setelah sebelumnya, mereka mendirikan tenda dan bermalam di halaman Kantor Pertanahan (Kantah) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Pati sejak Senin (10/2/2025).

Para petani kompak menggunakan caping tani bercat merah putih dan bertuliskan ”Petani Pundenrejo”, Mereka menuntut tanah seluas 7, 3 hektare di desa tersebut untuk diserahkan kepada para petani.

Para petani tak mau proses hak guna bangunan (HGB) kembali diberikan kepada PT Laju Laju Perdana Indah (LPI). Sebelumnya, perusahaan yang mengelola PG Pakis itu mendapatkan HGB dan berakhir pada tahun 2024 lalu.

Massa aksi pun meminta kepada DPRD Kabupaten Pati dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pati untuk membela mereka. Para petani mengklaim tanah tersebut merupakan tanah nenek moyang mereka.

”Warga tidak terima karena ini tanah nenek moyang warga Pundenrejo, kenapa perusahaan ingin menguasai 7,3 hektare,” ujar salah satu koordinator aksi, Sarmin.

Konflik agraria ini sudah berlangsung bertahun-tahun. Namun hingga saat ini, konflik berkepanjangan tak kunjung menemukan titik terang.

Para petani itu mengkalim jika tanah tersebut sudah digunakan nenek moyang mereka untuk bertahan pada awal-awal kemerdekaan. Namun usai tragedi 1965 meletus, tanah tersebut ditampas oleh aparat.

Warga yang masih melawan dan enggan menyerahkan tanahnya bakal dicap sebagai simpatisan bahkan anggota partai terlarang, Partai Komunis Indonesia (PKI). Hal ini membuat petani terpaksa merelakan tanahnya.

Pada tahun 1973, tiba-tiba tanah tersebut sudah dikuasai Badan Pimpinan Rumpun Diponegoro (Bapipundip) usai mendapatkan HGB hingga 1994.

Perizinan itu kemudian terus diperpanjang hingga lembaga tersebut bangkrut pada awal Reformasi. Tutupnya lembaga ini membuat petani kembali berani menguasai lahan tersebut pada awal tahun 2000-an

Tetapi, ternyata PT LPI sudah mengantongi HGB dan berakhir pada tahun 2024. Hal ini membuat, petani tak leluasa menanam di lahan pertaniannya. Mereka mengaku sering mendapatkan intimidasi.

Sebelumnya, saat massa sedang menggelar audiensi di DPRD Pati pada Rabu (12/2/2025) sekira pukul 10.30 WIB, petugas membongkar paksa tenda yang didirikan sejak, Senin (10/2/2025) lalu.

Atas kejadian tersebut, setelah audiensi selesai puluhan petani yang kebanyakan adalah emak-emak bercaping itu melampiaskan amarahnya. Mereka memarahi salah satu personil polisi yang berada di ruang Rapat Paripurna.

Mereka kecewa dan memaki-maki polisi tersebut karena petani menilai ada keterlibatan oknum polisi yang ikut merusak tenda miliknya.

Ketua Gerakan Masyarakat Pundenrejo (Germapun) Sarmin mengaku petani Pundenrejo marah dan kecewa atas kejadian pengrusakan tenda yang didirikan di Kantor BPN tersebut. Sehingga melampiaskan kepada salah satu polisi yang berada di kantor DPRD Kabupaten Pati.

“Masalah akan dibangun lagi, nanti kita akan rembuk bersama dengan yang lainnya. Pernyataannya jelas kami sangat kecewa,” ujarnya.

Menurut keterangan salah satu buruh tani, Sumiyati, massa petani Pundenrejo sempat menggelar audiensi dengan DPRD, BPN, dan PT LPI. Namun hasilnya belum memuaskan bagi petani.

“Tadi petani audiensi di DPRD Pati katanya ditemukan BPN PT LPI petani Pundenrejo,” jelasnya dilansir detikjateng, Rabu (12/2/2025).

Tenda yang didirikan oleh massa ini sebelumnya dibongkar petugas gabungan. Padahal menurutnya, massa akan membubarkan sendiri jika hasil keputusan berpihak bagi petani Pundenrejo. Yakni tanah moyangnya dikembalikan kepada petani setempat.

“Nanti saya bongkar sendiri tidak usah bapak polisi yang membongkar. Warga sendiri. Apa bapak pengin merusak apa-apa di sini, nanti saya bongkar nggak usah khawatir. Masalah bersih-bersih kami bersihkan,” ujarnya.

Kini Sumiyati bersama warga lainnya kembali mendirikan tenda di depan kantor ATR/BPN. Mereka tidak akan pergi jika tanah moyangnya tak dikembalikan kepada petani Pundenrejo.

“Alasannya pindah kalau petani ini minta proses pengembalian tanah di Pundenrejo belum selesai saya nggak mau pulang bertahan di sini. Soalnya petani minta kembalinya tanah yang dirampas PT LPI supaya cepat kembali ke warga petani,” jelasnya.

Sumi juga meminta kepada ATR/BPN Pati tidak mengeluarkan izin bagi perusahaan yang bergerak di bidang gula tersebut.

“BPN jangan sampai mengeluarkan, tolak perizinan PT LPI, tanah harus kembali ke petani Pundenrejo soalnya itu hak turun-temurun tinggalannya nenek moyang buyut,” tegas Sumiyati.

Sementara disisi lain, Kepala ATR/BPN Pati, Jaka Pramono, mengatakan beberapa kali telah melakukan audiensi dengan petani dan Pemkab Pati terkait persoalan tanah Pundenrejo. Menurutnya persoalan tanah ini dari pihak PT LPI telah mengajukan permohonan layanan untuk hak pakai. Namun di sisi lain, warga setempat ada yang melakukan keberatan.

“Satu sisi ada permohonan layanan untuk hak pakai atas nama PT LPI, memang pada saat itu ada keberatan dari teman-teman gerakan masyarakat Pundenrejo,” jelasnya ditemui di gedung DPRD Pati dikutip, Rabu (13/2/2025).

Menurutnya karena persoalan tanah ini ada pihak yang keberatan. Maka pihaknya mengadakan mediasi dengan kedua belah pihak. Akan tetapi mediasi yang dilakukan beberapa kali, hasilnya tidak kesepakatan dari kedua belah pihak.

“Ternyata dalam proses mediasi 2 kali dengan teman-teman masyarakat Pundenrejo tidak terjadi kesepakatan, sehingga saya anggap proses layanan di sana belum memenuhi syarat untuk proses lanjutannya dalam hal penilaian aspek fisik,” terang Jaka.

Karena adanya keberatan, Jaka menghentikan izin yang diajukan oleh PT LPI. Dia meminta agar persoalan tanah tersebut diselesaikan dari kedua belah pihak, baik dari petani dan pihak PT LPI. Berkas permohonan tersebut pun dikembalikan kepada PT LPI.

“Oleh karena itu karena tidak terjadi kesepakatan jadi kami sudah di luar kewenangan kami untuk memproses lebih lanjut, sehingga itu kami lakukan pengembalian berkas permohonan kepada pemohon PT LPI, silakan monggo dengan objek mereka miliki atau ada pihak lain yang tidak terima agar diselesaikan dulu supaya clear and clear supaya penyelesaian sampai di situ,” jelasnya.

“Artinya kembalikan kepada yang mohon, sama mengembalikan berkas karena masih ada sengketa untuk diselesaikan,” dia melanjutkan.