Hukum  

Enam Pejabat Antam Didakwa Merugikan Keuangan Negara Rp3,31 Triliun

Sidang pembacaan surat dakwaan kasus dugaan korupsi tata kelola komoditas emas Antam seberat 109 ton periode 2010-2022 di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (13/1/2025).

JAKARTA, Cinews.id – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung Syamsul Bahri Siregar membacakan dakwaan enam mantan pejabat Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPP LM) PT Antam, mereka didakwa melakukan perbuatan melawan hukum karena mencantumkan cap “Logam Mulia (LM) Antam” hingga nomor seri tanpa prosedur pada logam emas milik swasta.

Jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Agung (Kejagung) menyebut, perbuatan para pelaku diduga merugikan keuangan negara atau perekonomian negara hingga Rp 3.308.079.265.127,04 (Rp 3,3 triliun) di kasus dugaan korupsi tata kelola komoditas emas Antam seberat 109 ton periode 2010–2022.

JPU mengungkapkan enam orang terdakwa diduga telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan melawan hukum itu secara bersama-sama.

“Perbuatan tersebut telah memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi sehingga merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,”kata JPU dalam sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (13/1/2025).

Ada pun ketujuh mantan pejabat Antam itu adalah,

  1. Vice President (VP) Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPP LM) Antam periode 2008–2011 Tutik Kustiningsih,
  2. VP UBPP LM Antam periode 2011–2013 Herman
  3. Senior Executive VP UBPP LM Antam 2013–2017 Dody Martimbang.
  4. General Manager (GM) UBPP LM Antam periode 2017–2019 Abdul Hadi Aviciena,
  5. GM UBPP LM Antam periode 2019–2020 Muhammad Abi Anwar,
  6. GM UBPP LM Antam periode 2021–2022 Iwan Dahlan.

Dalam dakwaan JPU menuturkan perbuatan enam orang mantan pejabat Antam tersebut dilakukan bersama-sama tujuh orang terdakwa pihak swasta selaku pelanggan jasa pemurnian dan jasa peleburan emas yang disidangkan secara terpisah.

Tujuh orang terdakwa dimaksud, yakni Lindawati Efendi, Suryadi Lukmantara, Suryadi Jonathan, James Tamponawas, Ho Kioen Tjay, Djudju Tanuwidjaja, dan Gluria Asih Rahayu.

JPU mengungkapkan kasus bermula saat Tutik, Herman, GM UBPP Logam Mulia Tahun 2013 Tri Hartono, Dody, Abdul, Abi, serta Iwan melakukan kerja sama emas cucian dan lebur cap emas dengan pihak ketiga (perorangan, toko emas, maupun perusahaan) nonkontrak karya sepanjang periode 2010–2022.

“Kerja sama di antaranya dilakukan dengan Lindawati, Suryadi Lukmantara, Suryadi Jonathan, James, Djuju, Ho, serta Gluria,” ucap JPU.

Namun, lanjut JPU, kerja sama emas cucian dan lebur cap emas yang dilakukan antara Tutik, Herman, Tri, Dody, Abdul, Abi, serta Iwan dengan pelanggan tujuh pihak swasta bukan merupakan inti bisnis dari UBPP Logam Mulia.

Kerja sama tersebut diduga pula tidak disertai kajian bisnis intelijen dan kajian informasi potensi peluang secara akurat, tidak dilakukan kajian legal dan complience, tidak dilakukan kajian risiko, serta tidak ada persetujuan dari Dewan Direksi.

Selain itu, kerja sama lebur cap dan emas cucian itu tidak dilakukan due diligence (uji tuntas)-know your customer (KYC), sehingga tidak diketahui sumber atau asal-usul emas yang dipasok dan diproduksi di UBPPLM-Antam, apakah berasal dari pertambangan ilegal, pelanggaran HAM, pencucian uang, maupun pendanaan terorisme.

Dalam kasus itu, Tutik, baik bertindak sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan Herman, Tri, Dody, Abduk, Abi, serta Iwan, didakwa memberikan kemudahan kepada tujuh orang terdakwa dari pihak swasta dan para pelanggan nonkontrak karya lainnya yang menggunakan jasa lebur cap atau jasa pemurnian scrap/emas cucian, yaitu dengan cara tidak melakukan KYC atau uji tuntas terhadap bahan baku emas milik pelanggan.

Para pelanggan, kata JPU, hanya diminta untuk menunjukkan identitas diri berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Tim LBMA UBPP Logam Mulia sehingga asal-usul perolehan bahan baku emas milik para pelanggan nonkontrak karya tersebut tidak diketahui legalitasnya.

Akibat perbuatan para terdakwa, negara mengalami kerugian Rp3,31 triliun karena perbuatan tersebut telah memperkaya beberapa pihak, yakni Lindawati senilai Rp616,94

Dalam uraiannya, JPU menyebut, para pejabat Antam itu melakukan kegiatan jasa lebur cap emas dan jasa pemurnian emas dengan pelanggan Lindawati Effendi, Suryadi Lukmantara, Suryadi Jonathan, James Tamponawas, Ho Kioen Tjay, Djudju Tanuwidjaja, dan Gluria Asih Rahayu.

Kegiatan ini, kata jaksa, dilakukan tanpa kajian bisnis intelijen dan kajian informasi potensi peluang secara akurat.