Hukum  

KPK Dalami Proses Pengadaan Sistem Kapal Inspeksi Perikanan Indonesia di KKP

JAKARTA, cinews.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami proses pengadaan sistem kapal inspeksi perikanan Indonesia (SKIPI) di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Pendalaman dilakukan dengan memeriksa lima saksi.

“Penyidik mendalami terkait dengan Prosedur dan proses pengadaan terkait SKIPI di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP),” kata juru bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto melalui keterangan tertulis, Kamis (11/7/2024).

Para saksi yang diperiksa yaitu mantan tim teknis. Mereka adalah Ismayanti, Johny Banjarnagor, Mian Sahala Sitanggang, Andri Yulianto, dan Aswan Zein. Ada tiga saksi lainnya yang turut dipanggil kemarin, namun, mangkir.

“Mian SS tidak datang tanpa keterangan, Andrik dan Aswan diperiksa hari ini,” jelas Tessa.

KPK menetapkan empat tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan kapal patroli di Ditjen Bea dan Cukai dan KKP. Keempat orang itu yakni Direktur Utama PT Daya Radar Utama (PT DRU), Amir Gunawan; pejabat pembuat komitmen (PPK) Bea dan Cukai, Istadi Prahastanto; Ketua Panitia Lelang, Heru Sumarwanto; dan Aris Rustandi selaku PPK KKP.


Baca juga :

Praktik Korupsi di Lingkungan Pendidikan Kian Menggerus Kualitas Pendidikan, Ini Modusnya

Istadi, Amir dan Heru diduga melakukan sejumlah perbuatan melawan hukum dalam proses pengadaan hingga pelaksanaan pekerjaan pengadaan 16 kapal patroli cepat (Fast Patrol Boat/FCB) di Ditjen Bea dan Cukai. Salah satunya, mengarahkan panitia lelang agar memilih PT DRU untuk menggarap proyek tahun jamak 2013-2015 senilai Rp1,12 triliun tersebut.

Namun setelah dilakukan uji coba, kecepatan dan sertifikasi dual-class 16 kapal patroli itu tidak sesuai dengan yang dipersyaratkan di kontrak. Meski tidak sesuai, pihak Ditjen Bea dan Cukai tetap menerima dan menindaklanjuti pembayaran.

Selama proses pengadaan Istadi dan kawan-kawan menerima 7.000 Euro sebagai sole agent mesin yang dipakai oleh 16 kapal patroli cepat tersebut. Dugaan kerugian negara dalam perkara ini mencapai Rp117.736.941.127.

Kemudian pada perkara berikutnya, Amir dan Aris diduga melakukan cawe-cawe dalam penandatangan kontrak kerja pengadaan 4 unit kapal 60 meter untuk Sistem Kapal Inspeksi Perikanan (SKIPI) pada Ditjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP. Nilai kontrak proyek ini USD58.307.789.

Aris diketahui membayar seluruh termin pembayaran proyek pengadaan empat kapal SKIPI kepada PT DRU senilai USD58.307.788 atau setara Rp744.089.959.059. Padahal, biaya pembangunan empat kapal itu hanya Rp446.267.570.055.

Tak hanya itu, KPK mensinyalir terdapat sejumlah perbuatan melawan hukum lain dalam proses pengadaan. Di antaranya, belum adanya Engineering Estimate, persekongkolan dalam tender, dokumen yang tidak benar dan sejumlah PMH lainnya.

Empat kapal SKIPI itu juga diduga tidak sesuai spesifikasi yang diisyaratkan dan dibutuhkan, misalnya kecepatan tidak mencapai syarat yang ditentukan, kekurangan panjang kapal sekitar 26 cm, markup volume plat baja dan aluminium serta kekurangan perlengkapan kapal lain. Kerugian negara dari kasus ini mencapai Rp61.540.127.782.

Perkara korupsi kapal Ditjen Bea dan Cukai, Amir, Istadi dan Heru melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Sedangkan, pada perkara korupsi kapal di KKP, Amir dan Aris disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Verified by MonsterInsights