Kenaikan Pangkat Teddy Indra Wijaya Menunjukkan Adanya Unfair Pada Sistem Promosi Kepangkatan di Lingkungan TNI

Letnan Kolonel (Letkol) Teddy Indra Wijaya. (Istimewa)

Jakarta, CINEWS.ID – Kenaikan pangkat Sekretaris Kabinet (Seskab) Teddy Indra Wijaya dari pangkat Mayor ke Letnan Kolonel (Letkol) oleh Panglima TNI, Jenderal TNI Agus Subiyanto yang tertuang pada Surat Perintah Nomor Sprin/674/II/2025, belakangan dipertanyakan oleh sejumlah pihak mengenai dasar hukum dan prosedur dari kenaikan pangkat tersebut.

Kenaikan pangkat Teddy ini bahkan dinilai lebih bersifat politis, ketimbang mempertimbangkan prestasi maupun merit system.

Anggota Komisi 1 DPR RI, Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin menilai bahwa kenaikan pangkat Teddy dari Mayor ke Letkol janggal. Pasalnya bukan berdasarkan surat keputusan, tapi surat perintah.

“Kenaikan pangkat di TNI umumnya dilakukan dalam dua periode setiap tahunnya. Yakni 1 April dan 1 Oktober, kecuali bagi perwira tinggi yang dapat dinaikkan pangkatnya sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan,”kata TB Hasanuddin dilansir Kompas.com, Jumat (7/3/2025).

Karena itu, TB Hasanuddin mempertanyakan apakah kebijakan kenaikan pangkat reguler percepatan ini hanya berlaku untuk Teddy atau seluruh prajurit TNI.

Sementara, Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat, Brigjen TNI Wahyu Yudhayana menegaskan bahwa kenaikan pangkat Mayor Teddy telah memenuhi seluruh prosedur dan peraturan yang berlaku.

Brigjen Wahyu juga menjelaskan bahwa kenaikan pangkat reguler percepatan seperti yang dialami oleh Teddy bukanlah hal yang baru di lingkungan TNI.

Dalam hal ini, Wahyu menegaskan sudah banyak pertimbangan dari pimpinan mengenai kenaikan pangkat tersebut.
Wahyu juga mengatakan kenaikan pangkat Mayor Teddy ini sudah sesuai dengan ketentuan TNI.

Karena itu, menurutnya, alasan kenaikan pangkat itu tidak perlu dibeberkan ke publik dan cukup di internal saja.

“Ya, pertimbangan pimpinan kan kita enggak harus kasih tahu kan. Pimpinan itu kan punya pertimbangan karena suatu prestasi, kinerja, atau pertimbangan pimpinan lain. Banyak pertimbangannya. Yang juga mungkin tidak perlu kita sampaikan (menjadi) konsumsi publik, Yang jelas pasti ada pertimbangannya dan sesuai ketentuan, kan gitu. Internal di kita,” ujar Wahyu dilansir Kompas.com, Jumat (7/3/2025).

Diketahui, sejak menjadi ajudan Presiden Jokowi dan kemudian menjadi ajudan menteri Pertahanan- Presiden Prabowo, praktis Mayor Teddy tidak pernah melaksanakan tugas/jabatan sebagaimana prajurit TNI di lapangan pada umumnya apalagi memiliki prestasi tertentu.

Alih-alih memiliki prestasi, Mayor Teddy dalam Pemilu 2024 lalu, justru secara terang-terangan telah melakukan pelanggaran terhadap netralitas TNI dalam pemilu, yakni terlibat langsung dalam politik praktis yaitu memakai atribut kampanye pasangan Prabowo-Gibran.

Maka tidak salah apabila publik menilai bahwa kenaikan pangkat Mayor Teddy bukanlah berdasarkan prestasi/ merit system tetapi cenderung berdasarkan politis.

Sejak awal pengangkatan Mayor Teddy sebagai Sekertaris Kabinet (Seskab) merupakan tindakan yang keliru dan tidak dapat dibenarkan.

Berdasarkan Pasal 47 Ayat (2) Undang-Undang TNI, terdapat 10 jabatan yang diperbolehkan bagi perwira aktif TNI untuk menduduki jabatan di luar institusi militer, yakni kantor yang membidangi koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung.

Dalam konteks ini, jabatan Seskab tidak termasuk dalam 10 jabatan yang diperbolehkan. Oleh karena itu, pengangkatan Mayor Teddy sebagai Seskab merupakan tindakan yang ilegal dan menerobos batasan ketentuan yang berlaku.

Pengangkatan Mayor Teddy menjadi Letkol saat ia masih menjabat sebagai Seskab merupakan bentuk penyalahgunaan wewenang. Seharusnya, sesuai dengan prinsip dan aturan yang berlaku, Mayor Teddy diwajibkan untuk mengundurkan diri dari dinas aktif militer sebelum menerima jabatan sipil di pemerintahan. Namun, alih-alih mendapatkan sanksi, Mayor Tedy malah mendapatkan kenaikan pangkat.

Dalam hal ini menunjukkan adanya perlakuan yang tidak adil (unfair) dalam sistem promosi kepangkatan di lingkungan TNI serta mengancam profesionalisme dan integritas institusi pertahanan negara.

Elite politik dan pimpinan TNI seharusnya menyadari bahwa dalam lingkungan TNI, terdapat lebih banyak prajurit yang telah menunjukkan prestasi luar biasa dalam menjalankan tugas-tugas di lapangan, bahkan sampai mempertaruhkan nyawa.

Mereka yang telah berjuang demi bangsa dan negara seharusnya lebih layak untuk diapresiasi dan mendapatkan promosi kepangkatan ketimbang seseorang yang hanya karena akses politiknya bisa mendapatkan karir dan kenaikan pangkat.

Elite politik dan pimpinan TNI juga harus sadar bahwa kebijakan kenaikan pangkat Mayor Teddy juga berpotensi melukai perasaan para prajurit di lapangan yang selama ini telah mempertaruhkan nyawa bagi negara serta dapat mendemoralisasi mereka yang telah berjuang dengan dedikasi tinggi.

Semestinya sistem kepangkatan dalam TNI harus tetap berlandaskan meritokrasi dan profesionalisme guna menjaga kehormatan serta integritas institusi TNI.

Dan kenaikan pangkat dalam tubuh TNI haruslah didasarkan pada prestasi dan kinerja yang objektif, bukan atas dasar kedekatan politik atau kepentingan lain yang bertentangan dengan profesionalisme militer serta menghormati aturan dalam UU TNI dengan tidak menempatkan prajurit aktif di posisi yang tidak diperbolehkan secara hukum.


M. Ibnu Ferry