Oleh : M.IBNU FERRY
JAKARTA, cinews.id – Permasalahan mengenai dinamika birokrasi di Indonesia sudah menjadi rahasia umum bahwa setiap pengurusan apapun di instansi pemerintah terkesan lamban, lama, berbelit-belit, birokrasi panjang, pungutan liar bahkan suap, sehingga muncul adagium negatif “kalau bisa di persulit kenapa harus dipermudah”.
Sebagai warga negara Indonesia, tentunya pernah bersinggungan langsung dengan alur birokrasi pemerintah dalam mengurus administrasi surat atau apapun. Mulai dari hal yang sifatnya individu semisalkan pengurusan KTP, Akta Kelahiran, Kartu Keluarga, SIM, NPWP, SIUP, sertifikat tanah dan lain-lain.
Bermunculan berbagai komentar dan tanggapan warga negara dalam pengurusan administrasi, Ada sebagian yang merasa puas karena pelayanannya baik, ada pula yang merasa kecewa dan kesal karena pelayanannya lambat dan berbelit-belit, ada yang marah dan jengkel karena harus melalui beberapa meja petugas apalagi petugas yang ditunjuk tidak ada atau sedang keluar bahkan ada petugas yang minta uang pelicin agar urusan bisa lancar dan cepat.
Namun sebagai warga negara yang baik, tentunya mau tidak mau, suka atau pun tidak tetap harus mengikuti segala aturan dan sistem yang telah diberlakukan dalam pengurusan apapun, mulai dari berkas-berkas yang diperlukan sebagai syarat akan tetapi karena kebutuhan akan surat resmi tersebut serta keinginan pengurusan agar lebih cepat tak jarang ada warga negara yang menyuap petugas.
Padahal tiap instansi pemerintah ada Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam melayani masyarakat. Akan tetapi SOP ini ditabrak karena ada kepentingan buruk untuk menyeleweng dan bisa mendapat penghasilan tambahan di luar gaji dan tunjangan yang diberikan oleh negara.
Ada 7 realita kebobrokan birokrasi di Indonesia, yaitu:
- Pola pikir para birokrasi di Indonesia terlalu sesuai aturan.
- Orientasi budaya kerjanya lemah.
- Birokrasi di Indonesia secara organisasi terlalu gemuk.
- Peraturan perundang-undangan yang tidak harmonis.
- Banyak seorang birokrasi ditempatkan di posisi yang tidak sesuai dengan kemampuannya.
- Soal kewenangan yang tumpang tindih atau overlapping sehingga ada kecenderungan penyalahgunaan kewenangan oleh birokrat.
- Pelayanan publik yang buruk.
Tujuh permasalahan diatas membuktikan reformasi birokrasi yang dicanangkan oleh pemerintah bahkan ada departemen khusus untuk menangani sistem birokrasi di Indonesia belum berhasil.
Masih banyak celah-celah kelemahan yang masih kelihatan dan menjadi rahasia umum bahwa aparatur sipil negara tidak maksimal dalam mencurahkan kinerjanya dan memaksimalkan waktu yang tersedia untuk peningkatan pelayanan publik
Kalau di bandingkan dengan negara-negara lain, yang mana birokrasi pemerintahannya telah berjalan dengan baik disertai adanya indikasi rasa kepuasan dari masyarakatnya dalam menerima pelayanan dari pemerintahnya, ada beberapa hal yang bisa menjadi tolak ukur kita dalam mencapai good governance tersebut. Diantaranya dengan the right man on the right place, adanya analisis jabatan dalam penempatan seseorang dalam suatu jabatan.
Kesesuaian jabatan dengan kemampuan aparatur tersebut akan memudahkannya dalam menerjemahkan isi kebijakan yang telah dibuat dan telah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan serta kebijakan atasannya demi mewujudkan pelayanan publik yang prima dan jangan sampai terjadi pemerintah hanya bisa membuat peraturan saja namun tidak bisa melaksanakannya dengan baik.
Akan tetapi, dalam menjalankan roda pemerintahan, ada suatu hal yang sangat dijaga oleh para birokrat di Indonesia dan sudah menjadi rahasia umum yaitu menutup aib sesama antar birokrat. Budaya kerja seperti ini akan menimbulkan dampak negatif yang luar biasa dalam mewujudkan good governance bahkan menjadi hambatan utama dalam reformasi birokrasi yang dicanangkan oleh pemerintah.
Bagi kebanyakan orang, menjadi seorang aparatur negara berarti telah memiliki suatu kekuasaan sesuai dengan tugas pokoknya. Sehingga kemungkinan-kemungkinan untuk menyelewengkan kekuasaannya tersebut bisa jadi terjadi baik dari sisi internal pribadinya seperti kurang inisiaatif dalam bekerja, terlalu banyak formalitas, lamban dan tidak totalitas dalam bekerja maupun dari sisi eksternal berupa godaan suap, uang dan lain-lain.
Sikap mental seperti ini akan menimbulkan dampak buruk dalam jalannya birokrasi pemerintahan, akan banyak pencapaian-pencapaian yang tidak sesuai dengan target, kemudian menurunnya dukungan publik akan program-program yang dibuat oleh pemerintah dan hal ini akan menjadi problem tersendiri kedepannya.
Apa lagi di masa kini, kepala daerah dipilih secara langsung baik ditingkat gubernur, walikota/bupati, anggota DPRD I dan anggota DPRD II tiap 5 tahun sekali adalah sesuatu yang positif, akan tetapi pasca pemilihan dan telah terpilihnya gubernur yang baru, walikota/bupati yang baru serta anggota dewan yang baru menimbulkan gejolak di tingkat birokrasinya, karena sudah menjadi rahasia umum apabila gubernur telah berganti, walikota/bupati berganti maka kepala dinas, kabid, kasie, kepala sekolah, camat, lurah juga akan berganti.
Perbedaan pandangan politik telah memasuki dunia birokrasi di pemerintahan. Siapa birokrat yang mendukung pemenang pemilihan maka yang bersangkutan pasti akan mendapat posisi yang strategis nantinya, siapa yang tidak mendukung maka otomatis siap-siap di mutasi ke posisi yang kurang strategis walaupun kinerjanya bagus dan ini terjadi merata di setiap daerah.
Hal itu berdampak negatif terhadap kinerja para birokrat yang harusnya mengedepankan profesionalitas, integritas dan akuntabilitas serta berorientasi pada pelayanan prima pada publik akan berubah menjadi orientasi pada keuntungan dan kesenangan para politisi, seluruh kebijakan yang sifatnya politis akan diterapkan ke jajaran birokrasi dibawahnya, siapa yang membantah dan membangkang maka siap-siap di mutasi.
Ancaman mutasi dari para birokrat yang berafiliasi pada partai tertentu akan merugikan jalannya pemerintahan dan mengganggu proses administrasi pemerintahan.
Para birokrat tidak akan nyaman bekerja apabila ada kebijakannya yang merugikan partai pemimpin daerahnya.
Mestinya dengan adanya kebijakan reformasi birokrasi serta telah disahkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang menegaskan dalam Pasal 5 UU ini bahwa aparatur negara bebas dari intervensi partai politik.
Dengan dicanangkan program reformasi birokrasi diharapkan ada perubahan mind set dalam pola pikir serta budaya kerja untuk melayani publik, dan reformasi birokrasi telah masuk dalam nomenklatur kementerian yaitu Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, sehingga birokrasi yang terkesan bermasalah di sistem pemerintahan Indonesia bisa berubah kearah yang lebih baik.
Kredibilitas dan transparansi adalah norma utama yang menjadi tuntutan publik atas lembaga-lembaga pelayanan umum yang ada.
Transparansi memberikan pemaparan yang jelas bagi publik terhadap segala hal yang ingin diketahui dari lembaga umum yang merupakan wujud haknya sebagai warga negara. Transparansi menumbuhkan kembali kepercayaan publik terhadap institusi.
Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas akan menjadikan salah satu tolak ukur dalam upaya peningkatan pelayanan publik yang prima bagi seluruh masyarakat, walaupun begitu harus ada sistem pengawasan yang berjalan didalam sistem ataupun di luar sistem birokrasi pemerintahan dalam hal ini Pers, agar kinerja birokrasi pemerintahan tetap berada pada jalur yang sesuai dan tidak melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pengawasan atas suatu kinerja merupakan suatu hal mesti ada pada zaman sekarang ini dalam setiap instansi baik pemerintah maupun swasta.
Karena pengawasan merupakan suatu bentuk pengamatan yang pada umumnya dilakukan secara menyeluruh dengan jalan mengadakan perbandingan antara kenyataan yang dilaksanakan dengan yang seharusnya dilaksanakan atau terjadi.
Jadi pengawasan tidak hanya bermaksud mencari-cari kesalahan dari lembaga yang diawasi tetapi mengandung pengertian yang lebih luas yaitu melakukan pengamatan serta pengukuran dan penilaian dalam rangka menjamin terlaksananya kegiatan organisasi sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah digariskan dalam rencana kegiatan sebelumnya.
Eksplorasi konten lain dari Cinews.id
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.