Daerah  

Walimurid Keluhkan Banyaknya Pungutan di SMAN 1 Manyar Gresik, Per Siswa Capai Rp3.200.000

Foto SMAN 1 Manyar, Gresik, Jawa Timur. (Cinews.id/Boedi)

GRESIK, Cinews.id – Wali murid seringkali direpotkan dengan adanya biaya-biaya yg dilakukan pihak sekolah dan komite, dan lembaga pendidikan, sebagai sarana publik sudah harusnya pihak penyelenggara pendidikan transparan dan mengikuti ketentuan yang di atur pemerintah dalam setiap pelaksanaan kegiatannya, baik tingkat dasar maupun tingkat menengah atas.

Karena untuk membangun Sumber Daya Manusia (SDM) generasi bangsa dan meringankan beban masyarakat dalam menyekolahkan anak yang merupakan generasi bangsa, Pemerintah telah menyalurkan bantuan Operasional Sekolah dalam bentuk anggaran Dana Bantuan Pusat dan Daerah.

Namun yang terjadi di SMAN 1 Manyar Kabupaten Gresik, Jawa Timur, banyak orang tua siswa yang mengeluhkan pungutan-pungutan yang menjadi ketentuan dari sekolah yang mereka rasa menjadi beban yang memberatkan para orang tua peserta didik.

Dari keluhan para orang tua siswa SMAN 1 Manyar kepada Cinews.id, diketahui mereka mengeluh soal kewajiban membeli bahan kain seragam sekolah sebesar Rp2,600.000 dan pembelian buku Lembar Kerja Siswa (LKS) Rp400.000 serta adanya sumbangan komite sebesar Rp200.000 per bulan, itu belum biaya tambahan lainnya.

Dan untuk kebenaran informasi publik awak media Cinews.id pada, Rabu (14/08/204) mendatangi sekolah dan mengkonfirmasi Kepala Sekolah (Kepsek) SMAN 1 Manyar Dian kartikowati, namun Kepsek tidak ada di kantor. Selanjutnya Awak media menghubungi melalui pesan whatsapp juga tidak direspon.

Selanjutnya pada, Rabu (27/09/2024) Awak media Cinews.id kembali mendatangi SMAN 1 Manyar Gresik, Namun menurut keterangan Satpam Sekolah, Kepsek tidak ada di kantor.

“Ibu tidak ada dikantor,”terang Satpam sekolah.

Kepsek Dian terkesan menghindar dari pertanyaan wartawan terkait keluhan para orang tua murid soal banyaknya pungutan di sekolah SMAN 1 Manyar Gresik.

Padahal sekolah yang sejatinya sebagai wadah menimba ilmu, kini malah berubah menjadi lahan dan ajang bisnis para oknum untuk memperkaya diri.

Merujuk Permendikbud No. 44 Tahun 2012 dan Permendikbud No. 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah ada aturan, larangan, dan sanksi tentang pungutan dan sumbangan pendidikan.

Dan hak komite sekolah sebagai dewan pengawas diatur dalam dalam Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 pasal 3 ayat (1) disebutkan bahwa Komite Sekolah bertugas mengawasi pelayanan pendidikan di sekolah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Komite Sekolah juga bertugas memberikan pertimbangan dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan.

Lebih lanjut dalam Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016. Misalnya, dalam pasal 4 dijelaskan bahwa anggota Komite Sekolah terdiri dari unsur orang tua/wali siswa yang masih aktif pada sekolah bersangkutan paling banyak 50 persen; tokoh masyarakat paling banyak 30 persen; dan pakar pendidikan paling banyak 30 persen

Tentang Larangan jual beli LKS di dalam sekolah, sesuai peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 2 Tahun 2008 tentang Buku, pasal (11) yang melarang sekolah menjadi distributor atau pengencer buku kepada peserta Didik.
UU No.3 Tahun 2017 juga mengatur sistem perbukuan, tata kelola perbukuan yang dapat dipertanggung jawabkan secara menyeluruh dan terpadu, yang mencakup perolehan naskah, penerbitan, percetakan, pengembangan buku elektronik, pendistribusian, pengunaan, penyediaan, dan pengawasan buku.

Menurut aturan, Buku LKS tidak di perjual belikan di sekolah. Siswa berhak membeli LKS, namun tidak di sekolah. Orang tua siswa membeli LKS di toko Buku.

Pasal 63 ayat (1) UU Sistem perbukuan, penerbit dilarang menjual buku teks pendamping secara langsung kesatuan dan atau program pendidikan anak Usia Dini, Sekolah Dasar, dan Pendidikan Menengah.

Pasal 64 ayat (1) UU sistem perbukuan, penjualan buku teks pendamping dan buku nonteks di lakukan melalui toko buku dan atau sarana lainnya.

Selain itu, Permendiknas No 2 Tahun 2008 tentang perbukuan. Pasal (1) angka (10) toko buku termasuk kedalam distributor enceran buku pengecer, yang lengkapnya berbunyi “Distributor eceran buku yang selanjutnya di sebut pengecer adalah orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang memperdagangkan buku dengan cara membeli dari penerbit atau distributor dan menjualnya secara eceran kepada konsumen akhir.

Hal ini tenaga pengajar atau guru di sekolah yang menjual secara langsung buku LKS kepada siswa patut di pertanyakan, tugas dan fungsi seorang guru adalah mengajar dilembaga pendidikan, dan disekolah tempatnya proses belajar dan mengajar bukan tempatnya berdagang.

Yang pasti, Larangan jual beli buku dan LKS diatur tegas pasal 181a peraturan pemerintah (PP) nomor 17 Tahun 2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan.

Namun yang terjadi di SMAN 1 Manyar,  pihak sekolah menjual buku LKS kepada peserta didik di lingkungan sekolah dengan alsan, salah satunya untuk menunjang kegiatan belajar mengajar, sebagai pendamping, atau referensi pengetahuan bagi anak didik, meskipun hal ini dilarang, terkadang menjadi pembenaran mereka, termasuk pungli berdalih sumbangan, tanpa mengindahkan peraturan yang sudah ditetapkan permendikbud.

Imam Budi S

Eksplorasi konten lain dari Cinews.id

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *