BANDAR LAMPUNG – Hingga hari ini Vaksin AstraZeneca menjadi pusat perhatian publik lantaran laporan tentang efek samping yang berpotensi berbahaya.
Produsen AstraZeneca untuk pertama kalinya mengakui bahwa vaksin yang mereka produksi secara umum dapat menyebabkan efek samping yang sangat jarang terjadi, yakni Thrombosis with Thrombocytopenia Syndrome atau VITT (Vaccine Immune Thrombosis with Thrombocytopenia). Di mana merupakan sindrom langka yang ditandai dengan terjadinya trombosis (pembekuan darah) dan trombositopenia (jumlah trombosit rendah).
Pengakuan tersebut kemudian dimasukkan dalam dokumen pengadilan dan membuka jalan bagi penyelesaian hukum senilai jutaan pound. Dalam perkara itu, Vaksin AstraZeneca dituding menyebabkan kematian dan cedera serius, termasuk sindrom trombositopenia (TTS).
Untuk di ketahui, Sindrom TTS ini menyebabkan pembekuan darah dan jumlah trombosit yang rendah.
Padahal pada saat itu, peluncuran vaksin virus corona AstraZeneca yang terburu-buru dikritik oleh banyak komunitas ilmiah. Dan tiga tahun kemudian, masalah ini muncul kembali ketika AstraZeneca menghadapi gugatan class action atas klaim bahwa vaksinnya menyebabkan puluhan cedera serius dan kematian.
Gugatan Pertama Vaksin AstraZeneca
Gugatan hukum terhadap vaksin AstraZeneca bermula pada saat salah seorang warga bernama Jamie Scott yang berusia 44 tahun saat menerima vaksin AstraZeneca pada April 2021. Setelah 10 hari mendapatkan vaksin tersebut, Jamie merasa kelelahan dan mengalami muntah. Jamie juga mengalami gangguan berbicara dan harus dibawa ke rumah sakit. Dokter mengatakan bahwa Jamie mengalami trombositopenia dan trombosis imun yang diinduksi vaksin (VITT). Setelah mendapatkan perawatan, akhirnya Jamie selamat, namun ia harus mengalami kerusakan otak.
Selain Jamie Scott, 51 tuntutan hukum lainnya telah diajukan terhadap perusahaan tersebut dengan korban dan penyintas meminta ganti rugi yang diperkirakan mencapai 100 juta pound (sekitar $125,36 juta).
Laporan WHO Terhadap Vaksin AstraZeneca
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), efek samping vaksin AstraZeneca biasanya berupa gejala ringan hingga sedang yang terjadi dalam jangka waktu singkat dan hilang dengan sendirinya. Vaksin AstraZeneca dikaitkan dengan sejumlah efek samping yang umum, seperti yang dilaporkan oleh orang-orang yang menerima suntikan. Efek samping tersebut antara lain rasa tidak nyaman di tempat suntikan, rasa tidak enak badan secara umum, kelelahan, demam, sakit kepala, mual, nyeri otot dan sendi, bengkak, kemerahan di tempat suntikan, pusing, mengantuk, keringat berlebih, sakit perut, dan contoh pingsan disertakan. Hal ini terjadi pada kurang dari 1 dari 100 orang. WHO juga mengklaim bahwa vaksin AstraZeneca aman digunakan untuk orang-orang yang berusia 18 tahun keatas.
Pernyataan Bahwa AstraZeneca Tidak Mengalami Efek TTS di Indonesia
Di Indonesia, Meskipun sebelumnya penggunaan vaksin AstraZeneca sempat ditentang oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada Maret 2021, yang melalui fatwa MUI menyatakan bahwa adanya vaksin AstraZeneca hukumnya haram yang mana hal ini tak terlepas dari adanya fakta tentang produksi vaksin tersebut yang menggunakan tripsin atau suplemen enzim yang berasal dari babi. Namun, karena kondisi corona yang saat itu mengkhawatirkan dan banyak menimbulkan korban jiwa, maka penggunaan vaksin AstraZeneca diperbolehkan.
Saat itu Ketua Komisi Nasional Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (Komnas PP KIPI) Hinky Hindra Irawan Satari menyatakan bahwa penggunaan vaksin AstraZeneca tidak mengalami efek TTS di Indonesia.
Komnas PP KIPI itu mengatakan bahwa belum ada wabah TTS pasca penggunaan vaksin AstraZeneca di Indonesia. Hal ini berdasarkan pemantauan dan penelitian aktif dan pasif yang dilakukan oleh Komnas KIPI selama setahun, sejak Maret 2021 hingga Juli 2022, di 14 rumah sakit di tujuh negara bagian yang memenuhi kriteria.
Baca juga :
Bamsoet Meminta Kemenkes Tak Menutupi Efek Samping Vaksin COVID-19 AstraZeneca
Terbaru, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tidak menutupi informasi tentang efek samping vaksin COVID-19 asal Inggris, AstraZeneca.
“Meminta pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan untuk tidak menutupi informasi tentang efek samping vaksin AZ, dan meminta keterbukaan produsen vaksin COVID-19 AZ untuk menjelaskan kepada masyarakat sekecil apapun efek yang ditimbulkannya vaksin tersebut,” ujar Bamsoet dalam keterangannya, Jumat (3/5/2024).
Bamsoet mendorong pemerintah bersama Komisi Nasional Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (Komnas PP KIPI) untuk segera merespon pemberitaan tersebut dengan melakukan survei yang lebih intensif.
“Walau hasil surveilans aktif dan pasif yang sampai saat ini masih dilakukan Komnas KIPI bahwa belum ditemukan adanya kejadian TTS setelah pemakaian vaksin AZ di Indonesia,” katanya.
Eksplorasi konten lain dari Cinews.id
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.