LAMPUNG, Cinews.id – Baru-baru ini ramai jadi perhatian dan perbincangan publik mengenai kasus hukum yang menimpa Supriyani seorang guru honorer SD Negeri 4 Baito, banyak kalangan menilai, kasus tersebut seharusnya tidak diselesaikan di ranah hukum, lantaran perkara itu cuma berdasarkan dari pengakuan korban yaitu murid kelas 1 di SDN 4 Baito, yang dimana kesaksian korbannya ini tidak dapat di hitung lantaran anak di bawah umur.
Dari informasi yang di himpun Cinews.id, Kasus ini bermula pada 25 April 2024, ketika Aipda Wibowo Hasyim seorang anggota polisi sekaligus orang tua dari seorang siswa kelas 1 di SDN 4 Baito, melaporkan Supriyani atas dugaan penganiayaan ke Polsek Baito.
Berdasarkan keterangan Aipda Wibowo, laporan diajukan setelah ibu korban melihat ada bekas luka memar di paha belakang anaknya. Namun, Supriyani membantah tuduhan ini, menegaskan bahwa ia tidak mengajar di kelas korban dan tidak pernah berinteraksi langsung dengan anak tersebut.
Setelah berbulan-bulan proses hukum berjalan, kasus ini mencapai titik baru pada 16 Oktober 2024, ketika Supriyani resmi ditahan oleh Kejaksaan Negeri Konawe Selatan dan ditempatkan di Lapas Perempuan Kendari.
Penahanan ini memicu perbincangan luas di media sosial, terutama setelah beberapa kalangan mempertanyakan urgensi penahanan dalam kasus yang melibatkan tuduhan penganiayaan terhadap seorang guru.
Dan belakangan terungkap bahwa sejak pelaporan pada April hingga akhirnya Supriyani ditangkap pada Oktober itu, ada tindakan pemerasan terhadap Supriyani agar kasusnya tidak berlanjut. Jumlahnya cukup besar yaitu Rp50 juta. Padahal, gaji supriani sebagai guru honorer hanya Rp300 ribu per bulan. Supriyani pun menolak membayar uang damai tersebut.
Namun pihak kepolisian menyatakan bahwa proses hukum ini sudah dijalankan dengan prinsip keadilan. Wakapolda Sulawesi Tenggara (Sultra) Brigjen Pol Amur Chandra Juli Buana pun membantah ada rekayasa dalam kasus guru honorer Supriyani. Ia memastikan penyidik Polsek Baito dan Polres Konawe Selatan telah profesional menangani perkara ini, mulai dari tahap penyelidikan, penyidikan, hingga dinyatakan P21 oleh Kejaksaan.
Mantan pejabat interpol ini juga mengklarifikasi bahwa tak ada konflik kepentingan antara Kanit Intel Polsek Baito yang merupakan ayah siswa dengan perkara ini.
Pada sidang yang digelar pada 28 Oktober 2024 di Pengadilan Negeri Andoolo, tim kuasa hukum Supriyani mengajukan eksepsi dan menolak surat dakwaan yang dilayangkan jaksa. Jaksa Penuntut Umum (JPU), yang diwakili oleh Kepala Kejaksaan Negeri Konawe Selatan Ujang Sutisna, menyatakan bahwa mereka menolak eksepsi dari kuasa hukum Supriyani, karena dianggap tidak relevan dengan pokok perkara.
Kuasa hukum Supriyani, Andre Darmawan, menyebut bahwa prosedur hukum yang dijalankan mengandung pelanggaran etik, karena pelapor dan penyidik berasal dari kantor yang sama, yaitu Polsek Baito. Andre juga menambahkan bahwa ada dugaan permintaan uang damai sebesar Rp50 juta dari pihak korban kepada Supriyani, sebuah praktik yang dianggapnya melanggar prosedur hukum.
Isu terbaru yang mencuat adalah dugaan penembakan terhadap mobil dinas Camat Baito yang saat itu ditumpangi oleh Supriyani setelah mengikuti sidang. Kepala Bidang Humas Polda Sultra, Kombes Iis Kristian, menyatakan bahwa dugaan tersebut masih diselidiki oleh Tim Labfor dari Makassar. Kombes Iis juga meminta masyarakat untuk tidak terprovokasi dengan berita yang beredar, dan menunggu hasil investigasi.
Buntut kasus kriminalisasi terhadap Supriyani, muncul unggahan para guru menolak mengajar anak polisi. Para guru pun khawatir akan mengalami hal yang sama jika mengajar siswa yang merupakan anak polisi.
PGRI Baito mengeluarkan selebaran mengenai korban dan saksi untuk tidak menerima mereka bersekolah kembali di Kecamatan Baito.
Kasus guru Supriyani mesti menjadi menjadi perhatian pemerintah. Pengadilan harus membuat putusan seadil-adilnya. Dan Polri harus menyelidiki dan mengambil tindakan tegas terhadap jajarannya jika benar terbukti ada pemerasan.
Yang pasti, adanya dugaan pelanggaran etik dalam proses penanganan kasus Supriyani, karena terdapat dugaan benturan kepentingan antara pelapor dan penyidik yang berasal dari satu kantor yang sama.
M. Ibnu Ferry
Eksplorasi konten lain dari Cinews.id
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.