Segera Disosialisasikan, Rancangan UU KUHP Nasional Berlaku 2026

Wakil Menteri Hukum (Wamenkum) Edward Omar Sharif Hiariej.

JAKARTA, Cinews.id – Wakil Menteri Hukum (Wamenkum) Edward Omar Sharif Hiariej membeberkan progres tim penyusun rancangan UU KUHP. Tim segera membentuk peraturan pelaksana dan melakukan sosialisasi KUHP Nasional untuk diimplementasikan pada 2026.

“Karena dia (KUHP) mengubah paradigma kita dalam konteks hukum pidana, dan sampai sekarang ini kalau saya mau jujur, kita semua mau jujur, paradigma kita itu belum berubah,” kata Wamenkum Edward Omar dalam keterangannya pada Sabtu (1/2/2025).

KUHP Nasional akan berlaku setelah hampir dua tahun sejak diundangkannya pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023. KUHP terdiri dua buku yang mencakup total 624 pasal, pada buku pertamanya memuat 187 pasal yang berfokus pada prinsip-prinsip dasar hukum pidana, sedangkan buku keduanya berisi 437 pasal yang mengatur tindak pidana serta sanksi-sanksi yang terkait.

Pria yang kerap disapa Eddy itu menjelaskan meski UU ini telah disahkan, pemberlakuannya akan ditunda selama tiga tahun setelah disahkan. Hal ini agar pemerintah dapat mempersiapkan dua hal penting yaitu, menyusun peraturan pelaksanaan yang diperlukan dan melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai perubahan besar ini.

“Ada paradigma hukum pidana modern dari KUHP nasional. Kita perlu memastikan bahwa masyarakat memahami dan menerima prinsip-prinsip baru dalam hukum pidana,” imbuhnya.

Menurut Eddy, KUHP selain memberikan tantangan dalam mengubah paradigma hukum pidana, juga menyita waktu puluhan tahun dalam proses pembuatannya.

“Jika dihitung sejak izin prakarsa di 1957 hingga disahkan pada akhir 2022, tercatat pembuatan KUHP berlangsung lebih dari 60 tahun. Tetapi kalau dihitung sejak rancangan pertama masuk ke DPR tahun 1963, berarti lamanya pembuatan itu 59 tahun,” kata Eddy.

Lebih lanjut, Eddy menyatakan bahwa waktu yang dibutuhkan dalam pembuatan KUHP tidaklah singkat, tetapi itu bukan sesuatu yang luar biasa. Dikatakan bahwa tidak ada satu pun negara di dunia ini, ketika terlepas dari penjajahan, bisa menyusun KUHP dalam waktu singkat.

“Belanda yang hanya sebesar provinsi Jawa Barat, dia membutuhkan waktu 70 tahun untuk membuat Wetboek van Strafrecht (WvS). Jadi kalau kita 59 tahun itu sebetulnya tidak lama, meskipun dalam pembuatan UU kita itu termasuk sangat lama,” ujarnya.

Eddy lebih lanjut menjelaskan penyebab lamanya waktu pembuatan KUHP baru yang sangat memakan waktu, menyita tenaga dan pikiran. Menurutnya, menyusun KUHP di negara yang multietnis, multi religi, multikultural seperti Indonesia tidak semudah membalikkan telapak tangan.

“Perdebatan itu memakan waktu berjam-jam, berhari-hari, berbulan-bulan, bertahun-tahun. Bahkan silang pendapat itu tidak hanya antara para pembentuk UU dengan masyarakat, perdebatan itu tidak hanya antara pemerintah dan DPR, tetapi perdebatan itu juga sengit memakan waktu antara kami para tim ahli (penyusun KUHP),” kata dia.