Hukum  

KKP Temukan Pelanggaran Pemanfaatan Ruang Laut di Pulau Biawak Oleh PT CPS

Sebuah ekskavator yang diduga digunakan untuk mengeruk terumbu karang dan pasir laut di kawasan Pulau Pari, Kepulauan Seribu.

JAKARTA, Cinewsid – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mendalami dugaan pelanggaran pemanfaatan ruang laut oleh PT CPS setelah melakukan pemeriksaan terhadap perwakilan perusahaan.

Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Doni Ismanto Darwin mengatakan, Berdasarkan hasil pemeriksaan pada Kamis, 30 Januari 2025, PT CPS diketahui melakukan aktivitas pembangunan di dua lokasi, yaitu perairan Pulau Biawak dan Pulau Kudus Lempeng.

“Perwakilan PT CPS mengakui bahwa sebagian kegiatan pembangunan tidak sesuai dengan izin yang diberikan dalam Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL),” kata Doni dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (1/2/2025).

Menurut Doni, di Pulau Biawak pembangunan dilakukan tanpa izin sesuai yang mencakup reklamasi, pembangunan dermaga, pendopo, cottage dan fasilitas lainnya.

Sementara itu, di Pulau Kudus Lempeng, kegiatan reklamasi dilakukan tanpa perizinan yang seharusnya menggunakan sistem dermaga tiang pancang.

“Dugaan pelanggaran ini berpotensi menyebabkan kerusakan ekosistem laut, terutama pada padang lamun dan terumbu karang,” ujarnya.

Sebagai langkah tindak lanjut, lanjut Doni, KKP akan menentukan besaran sanksi administratif berdasarkan nilai investasi proyek yang wajib diserahkan oleh PT CPS paling lambat 7 Februari 2025.

“KKP menegaskan bahwa setiap aktivitas pemanfaatan ruang laut harus mematuhi ketentuan yang berlaku untuk menjaga keberlanjutan ekosistem dan mencegah kerusakan lingkungan,” ungkapnya.

Doni menerangkan pemeriksaan akan terus berlanjut hingga sanksi yang sesuai dapat diterapkan. “Desuai peraturan perundang-undangan di bidang kelautan dan perikanan, yakni PP21/2021, PP85/2021, dan PermenKP 31/2021.(H-3),” imbuhnya.

Sebelumnya, dalam Rapat Kerja bersama Komisi IV DPR RI di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (23/1/2025) Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Sakti Wahyu Trenggono mengungkapkan adanya indikasi reklamasi tanpa izin oleh PT CPS di Pulau Pari, Kabupaten Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.

Trenggono menjelaskan bahwa PT CPS mendapatkan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) pada 12 Juli 2024 untuk membangun cottage apung dan dermaga wisata di lahan seluas 180 hektare. Namun, hasil peninjauan di lapangan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menemukan adanya aktivitas pengerukan menggunakan alat berat, yang diduga merupakan bagian dari kegiatan reklamasi ilegal.

“Pemanfaatan pulau untuk pariwisata, yaitu PT CPS di Pulau Pari, Provinsi DKI Jakarta. Statusnya, PKKPRL PT CPS yang diterbitkan pada tanggal 12 Juli 2024 untuk kegiatan cottage apung dan dermaga wisata, luasnya 180 hektare, terindikasi pelanggaran dengan melakukan kegiatan reklamasi tanpa izin,” kata Trenggono.

Trenggono menambahkan, bahwa area sekitar kegiatan pengerukan mencakup ekosistem mangrove dan padang lamun dalam kondisi baik. Dugaan pelanggaran ini juga mencakup pembangunan pondok wisata dengan metode reklamasi tanpa KKPRL, yang dapat menyebabkan alih fungsi ekosistem mangrove.

Pelanggaran yang dilakukan oleh PT CPS diduga melanggar Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, yang telah diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja. Regulasi ini menegaskan bahwa setiap kegiatan pemanfaatan ruang laut secara menetap lebih dari 30 hari wajib memiliki Izin Pemanfaatan Ruang Laut berupa PKKPRL dari Menteri Kelautan dan Perikanan.

KKP telah mengambil langkah dengan melakukan pengumpulan bahan dan keterangan (Pulbaket) melalui Tim Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut (Ditjen PKRL).

“Tindakan yang dilakukan, KKP telah melakukan Pulbaket oleh DJPKRL, telah melakukan penilaian KKPRL pada 22 Januari 2025 dan ditemukan indikasi pelanggaran. Indikasi pelanggaran ditindaklanjuti sesuai ketentuan Undang-Undangan,” kata Trenggono.

Sebagai bentuk penegakan hukum, KKP mempertimbangkan pemberian sanksi kepada PT CPS. Trenggono juga menegaskan bahwa KKP akan meningkatkan sosialisasi mengenai PKKPRL sebagai perizinan dasar dalam pemanfaatan ruang laut.

“KKP bersama dengan Pemda dan masyarakat akan senantiasa melakukan pengawasan terkait pemanfaatan ruang laut, khususnya apabila terdapat indikasi pelanggaran,” tambahnya.

Disisi lain, kasus ini menimbulkan pertanyaan lebih lanjut mengenai efektivitas pengawasan pemerintah terhadap aktivitas reklamasi dan pemanfaatan ruang laut. Bagaimana mekanisme pengawasan dapat ditingkatkan untuk mencegah pelanggaran serupa di masa mendatang?